Lontar.id – wacana ‘people power’ akhir-akhir ini cukup menyita perhatian publik seantero Indonesia, ada yang menilai term people power sebagai suatu gerakan rakyat: melawan penguasa yang curang.
Penguasa diklaim menggunakan segala macam cara, terutama melibatkan infrastruktur negara menjadi bagian dari tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf.
Ada juga yang menilai, people power sebagai suatu tindakan inkonstitusional atau perbuatan yang melanggar hukum. Di mana massa yang digerakkan melalui aksi unjuk rasa, agar menumbangkan kekuasaan yang resmi. Tindakan itu dianggap sebagai perbuatan makar yang tidak bisa dibiarkan, karena melawan negara.
Jika benar tindakan penyeru people power muncul sebagai tindakan makar, maka hari-hari selanjutnya konflik dan kekerasan jadi tontonan setiap hari.
Wacana people power sendiri mulai muncul dipermukaan, pada pemilu 2019 kali ini. Tokoh reformasi sekaligus tim pemenangan capres Prabowo-Sandi, Amien Rais lah yang pertama kali menggunakan term people power.
Dalam pandangan Amien Rais, pemilu 2019 telah terjadi kecurangan akut yang merugikan kandidatnya. Kecurangan tersebut bukan saja dilakukan secara diam-diam, tapi terbuka melibatkan penyelenggara pemilu, aparatus negara, pegawai negeri sipil, lembaga BUMN dan sebagiannya.
Amin Rais menuduh petahana Jokowi menggunakan fasilitas dan alat negara untuk membendung kekuatan Prabowo-Sandi yang didukung oleh ulama dan rakyat.
Karena kecurangan tersebut sudah masuk kategori terstruktur, sistematis dan masif, maka untuk mengembalikan keadaan: harus menggunakan kekuatan rakyat, hanya rakyat yang punya kekuatan besar melakukan tindakan besar pula.
Tindakan besar itulah yang dimaknai Amien Rais sebagai gerakan people power, mengajak masyarakat turun ke jalan menyerukan kecurangan dan pada akhirnya people power adalah sebuah usaha mendelegitimasi pemimpin (presiden) Jokowi dan menggulingkannya dari istana negara.
Puncak gerakan peopel power akan dilakukan pada hari pengumuman pemenang pemilu oleh KPU, pada 22 Mei 2019. Massa pendukung Prabowo-Sandi diprediksi akan bejubel berdatangan, dengan berbagai alat peraga, baliho dan berbagai peralatan sebagai simbol persatuan capres 02.
Apakah massa peopel power akan bertindak anarkis, membuat kerusuhan dan menolak hasil pemilu?
Pada saat gelombang protes dilakukan, apalagi melibatkan massa yang cukup banyak, emosi yang meluap-luap, kemarahan dan kekecewaan sudah pasti dapat memicu lahirnya tindakan yang mengarah pada aksi kekerasan. Terlebih lagi pengerahan massa dari pendukung capres, yang sudah barang tentu sangat politis.
Massa sebanyak itu sebenarnya tak perlu dikompor-kompori untuk bertindak anarkis, ia hanya butuh sedikit pemicu yang memantik percikan api. Maka dengan seketika kemarahan massa tidak akan mampu dibendung lagi.
Yang patut dipertanyakan adalah, apakah gerakan peopel power dari masyarakat yang terlanjur politik partisan dapat meledak?
Bila berkaca pada gerakan peopel power pada 1998, di mana Presiden Soeharto harus turun dari singgasana kekuasaan setelah 32 tahun lamanya.
Gerakan massa dan mahasiswa pada saat itu, tidak sekadar karena faktor murni politik, tapi terjadi krisis moneter akut pada 1997 yang menyebabkan harga-harga barang melambung tinggi.
Kemudian korupsi merajalela yang memperkaya keluarga cendana, kolusi dan nepotisme yang semakin parah. Rezim Soeharto bertindak sewenang-wenang memperlakukan rakyat dengan cara kekerasan.
Rentetan kejadian tersebut menjadi kristal kemarahan mahasiswa dan masyarakat, mereka bergerak dan melawan. Soeharto harus turun.
Apakah people power seperti kejadian 1998, akan terjadi pasca pemilu 2019? Menurut saya kejadian 1998 tidak akan terulang kembali, karena kondisi militer pada rezim Soeharto terpecah belah, sedangkan di masa Jokowi, TNI dan Polri masih solid dan siap mengamankan kerusuhan.
Ada juga yang menyamakan gerakan people power Amien Rais sama seperti kejadian gerakan people power di Filipina. Gelombang aksi besar-besaran rakyat yang menamakan diri sebagai revolusi pifano de los santos avenue (ESDA), mereka melawan dan menggulingkannya Presiden Ferdinand Edralin Marcos.
Tentu saja gerakan ESDA merupakan gerakan damai menuju perubahan Filipina yang lebih demokratis, dibawah presiden Corazon Aquino istri pemimpin oposisi Benigno Aquino.
Mari kita tunggu, apakah people power di Indonesia akan berlangsung damai atau ricuh.