Lontar.id – Kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang menyalahgunakan bantuan sosial (bansos), untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, berpotensi dibatalkan sebagai calon petahana.
Penjelasan itu disampaikan oleh anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalolo, dalam rilis tertulis Bawaslu RI, Jumat, 5 Juni 2020.
Dewi menyatakan, bantuan sosial (bansos) yang digunakan oleh kepala daerah baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, serta walikota/wakil walikota untuk kepentingan Pilkada 2020 berpotensi dikenai sanksi pembatalan sebagai calon petahana. Hal ini diatur dalam Pasal 71 (3) jo ayat (5) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 188 sebagai tindak pidana pemilihan.
“Hati-hati atas nama bansos dan membungkusnya dengan tujuan tertentu (kepentingan pilkada) bisa dibatalkan sebagai calon jika dia petahana,”cetusnya saat mengikuti Webinar tentang Implementasi/Penerapan Pasal 71 dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang pilkada, Kamis, 4 Juni 2020.
Dewi menambahkan, hasil pengawasan yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota mencatat ada 11 provinsi dengan 23 kabupaten kota yang terdapat pembagian bansos dengan menyertakan foto atau gambar kepala daerah (gubernur,bupati dan walikota yang berpotensi menjadi calon petahana) pada barang (bansos) yang akan diberikan kepada masyarakat.
“Jajaran Bawaslu di daerah telah mencatat dan menyampaikan ke kami (Bawaslu RI) perihal penyalahgunaan bansos ini. Untuk itu saya minta kebijakan nasional ini janganlah digandengkan dengan kepentingan kontestasi politik,” ungkap Dewi.
Sebelum adanya pandemi covid-19, Koordinator Divisi Penindakan ini menyatakan Bawaslu telah melakukan Workshop dibeberapa daerah secara bertahap terkait potensi pelanggaran Pasal 71. Bawaslu juga telah mengeluarkan surat himbauan kepada kepala daerah untuk tidak menggunakan program bansos untuk kepentingan pilkada.
Selain itu, Peraih Gelar Doktor di Universitas Hasanuddin Makassar ini memaparkan pandangannya terkait pelaksanaan pilkada 2020 di tengah pandemik covid-19. Pilkada di tengah pandemik covid-19, Dewi menempatkan keselamatan dan kesehatan masyarakat pemilih sebagai hukum tertinggi yang harus menjadi prioritas.
“Pilkada yang harus digelar di tengah pandemik ini mengharuskan pikiran kita tertuju kepada keselamatan dan kesehatan masyarakat. Saya menaruhnya sebagai hukum tertinggi yang harus menjadi prioritas,” Tegas mantan Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah itu.
Srikandi dijajaran Komisioner Bawaslu ini juga mengharapkan adanya protokol kesehatan yang ketat yang harus diberlakukan, terutama saat pemungutan dan penghitungan suara yang harus dihadiri masyarakat dalam menyalurkan hak pilihnya.
“Harapannya protokol kesehatan dibuat ketat. Misal wajib memakai masker, mencuci tangan, dan jaga jarak antar pemilih. Intinya dibuat aturan supaya masyarakat tidak ada keraguan/ketakutan untuk datang ke TPS (tempat pemungutan suara),” pungkas dia.
Pilkada 2020 yang akan digelar 9 Desember mendatang disinyalir akan dimanfaatkan oleh para kontestan pilkada berbuat kecurangan. Dewi meminta masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara melaporkan jika melihat adanya pelanggaran pilkada.
“Masyarakat juga harus berpartisipasi, salah satunya melaporkan ke lembaga pengawas jika ada indikasi pelanggaran. Saya prediksi pelanggaran pilkada akan banyak terjadi jika sudah memasuki tahapan kampanye, minggu tenang, dan pemungutan suara. Pelanggarannya beragam, dari keterlibatan ASN hingga politik uang. Masyarakat harus andil di fase-fase ini untuk ikut melaporkan,” tutup Dewi.