Lontar.id – Presiden Jokowi sudah putuskan Ibu Kota akan pindah ke Pulau Kalimantan. Diinfokan juga bahwa 2023 nanti sudah akan selesai bangunan fisik atau infrastrukturnya. Diperkirakan presiden pasca Jokowi sudah akan resmi mulai berkantor di ibu kota baru itu.
Berita itu, kendati sebagian masih kurang yakin, dan bahkan rencana pindah saja masih banyak yang tak setuju, namun sudah jadi putusan kepala negara yang rupanya tak akan ada langkah mundur. Apalagi Presiden secara resmi sudah minta kepada anggota parlemen melalui pidato kenegaraannya tanggal 16 agustus lalu.
Jika rencana itu berjalan sesuai rencana, maka Jokowi akan miliki legacy khusus yang tak pernah dilupakan warga bangsa ini di masa datang. Akan jadi Presiden kedua setelah Presiden Soekarno yang lahirkan indonesia sebagai bangsa besar membingkai keragaman multi identitas dan budaya. Jokowi juga mewujudkan kehendak Presiden Soekarno untuk pindahkan ibu kota ke pulau Kalimantan.
Lalu apa sih urgensinya pindah ibu kota? Tentu banyak alasan dengan argumen logisnya sendiri-sendiri, termasuk di dalamnya aspek keamanan dari kerawanan gempa. Pulau kalimantan, menurut para ahli geologi, tak miliki patahan lempeng tektonik sehingga dianggap aman dari segi bencana alam atau gempa tektonik.
Tapi bagi saya, hal yang terpenting adalah dua faktor penting. Pertama, distribusi pemerataan pembangunan. Pembangunan infrastruktur fisik niscaya akan terjadi dengan sendirinya di pulau kalimantan khususnya di Kalimantan Timur (Kaltim). Manusia pun akan menyusul mendekat di kawasan itu, sehingga di pulau Jawa khususnya jabodetabek akan berkurang.
Kedua, kelancaran dalam proses-proses pemberian pelayanan. Akibat kepadatan yang begitu tinggi, berurusan di Jakarta terkadang harus pasrah dengan time consuming. Harus pasrah dengan waktu yang terbuang dalam perjalanan.
Faktor kedua ini sebenarnya mengambil contoh kota pemerintahan di negara-negara persemakmuran seperti Australia, Afrika Selatan, India, dan Malaysia. Kota pemerintahan dibuat tak menyatu dengan pusat bisnis. Dalam konteks indonesia, barangkali, Jakarta hanya fokus sebagai pusat bisnis dan jasa.
Namun demikian, ada perbedaan antara ibu kota pemerintahan indonesia (nanti) dengan negara-negara persemakmuran itu. Di negara-negara persemakmuran kota pemerintahan dengan kota bisnis tak terlalu jauh. Bisa dijangkau dengan cepat melalui jalur darat. Tetapi untuk indonesia, posisi kota pemerintahan dengan Jakarta yang sudah tumbuh jadi pusat bisnis dan jasa hanya bisa dijangkau dengan pesawat udara dan atau kapal laut.
Sehingga bukan mustahil Jakarta akan jadi kota yang lesu secara ekonomi. Apalagi jika nanti kantor-kantor perusahaan besar akan ikut pindah untuk dekat dengan pejabat pengambil kebijakan negara. Hal ini akan jadi masalah tersendiri kelak di kemudian hari.
Permasalan sekarang, adalah persiapan pindah ibu kota dengan target waktu demikian singkat. Anggaran negara dalam jumlah besar akan digelontorkan untuk kejar target pembangunan infrastruktur fisik. Maka niscaya akan berdampak serius juga pada sektor-sektor lain yang harusnya jadi prioritas.
Penulis: Dr. Laode Ida, Komisioner Ombudsman RI