Malang, Lontar.id – Di Malang, jika Anda ke sana, mampirlah ke kampung wisata pembuatan keramik. Mana tahu Anda punya kepentingan untuk membeli oleole dan bisnis juga.
Namanya Kampung Wisata Keramik Dinoyo. Ia bermula dari sentra gerabah dan sekarang cukup diminati konsumen karena produknya yang berupa peralatan dapur.
Hampir semua warga Malang tahu tempatnya, karena lokasi sentra keramik ini dekat dengan beberapa kampus top di sana. Sebelum memasukinya, Anda akan menyusuri Jl. MT Haryono 9 dan dan terakhir Mega Jaya Souvenir.
Tepat di jalur masuk area kampung, kamu akan disambut taman kecil bertuliskan “Kampoeng Wisata Keramik Dinoyo” dan miniatur keramik.

Hanya hitungan sentimeter jaraknya di belakang miniatur keramik, terdapat bekas pabrik keramik tua. Sekarangh sudah tutup dan wearga sekitar tak tahu apa alasannya.
Dulu nama pabrik itu adalah Lembaga Penyelenggara Perusahaan-Perusahaan Industri Departemen Perindustrian (LEPPIN) pada tahun 1957. Pabrik itu pernah diresmikan Wakil Presiden RI pertama, Moh. Hatta.
Dulunya, di Dinoyo, masyarakat kampung hanya memproduksi gerabah dan keramik. Lama-kelamaan, produksi keramik meningkat menyusul permintaan. Tak ada angin dan hujan, pabrik keramik tutup pada tahun 2003 silam.
Meski begitu, keterampilan membuat keramik tetap melekat pada pengrajinnya. Maka dibuatlah industri rumahan. Menarik sekali pokoknya. Itu makanya, melewati bekas pabrik, Anda akan mendapatkan setiap rumah pengrajin berserta keramik yang siap jual.
Lontar mendatangi rumah salah satu Ketua Lembaga Pengelolaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Lowokwaru, Kota Malang, Syamsul Arifin.
Dijelasi darinya kalau sentra keramik Dinoyo sudah ada sejak 1930-an. Usahanya sendiri dimulai dengan membuat gerabah peralatan dapur.
“Tahun 1955 setelah diteliti, ternyata di Malang Selatan sekitar Jawa Timur, terdapat bahan baku yang bisa dibuat jadi keramik porselen. Sehingga tahun 1997 sudah mulai dikembangkan hingga sekarang.”

Di Dinoyo, penghasilan utama mayoritas penduduknya dari berdagang keramik. “Sekitar 28 (rumah pengrajin keramik),” sebut Syamsul.
Syamsul membuat industri keramik dari rumah sejak tahun 1995. “Saya lahir di lingkungan keramik dan pernah belajar di balai besar keramik Bandung. Saya tertarik keramik, karena nama keramik Dinoyo sudah cukup dikenal sejak dahulu.”
Hampir seluruh pedagang di sana, beromset Rp6 jutaan per bulan. Alasannya jelas, banyak konsumen yang mencari souvenir pernikahan.
Dagangannya banyak macam, ada mug, vas, cangkir mini, teko serta berbagai jenis hiasan dan souvenir. Soal harga terjangkau murah, mulai dari harga Rp5 ribu hingga jutaan rupiah. Bisa pula dipesan sesuai keinginan.
Lebih jauh, Syamsul menyebut bahan baku yang tersedia, tenaga terampil, serta lingkungan yang memadai, menjadi aspek terpenting dari tumbuh atau tidaknya produksi.

“Makanya saya membuka diri untuk masyarakat umum, khususnya siswa sekolah agar mau belajar tentang kerajinan keramik dan alhamdulillah mendapatkan respons yang cukup baik.”
Setelah hidup yang digelutinya dengan keramik selama bertahun-tahun, kini Syamsul lebih banyak menerima tawaran untuk memberikan kursus singkat cara membuat keramik di Malang.
Ditulis oleh Nurhidaya.