Lontar.id – Seluruh kawasan industri di Indonesia diharapkan membentuk Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan atau RP3 di wilayahnya masing-masing.
Harapan itu disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, saat meresmikan RP3 di Kawasan Industri milik PT Krakatau Industrial Estate Cilegon atau (KIEC) pada Selasa (10/12/3019) di Kota Cilegon, Provinsi Banten.
Bintang menyampaikan bahwa pembentukan RP3 merupakan upaya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), bersinergi dengan sektor swasta untuk memberikan perlindungan dan kepastian jaminan keadilan bagi perempuan pekerja.
“Saya sangat berharap RP3 ini dapat menginspirasi dan diduplikasi oleh Kawasan Industri lainnya di seluruh Indonesia. Sehingga seluruh pekerja perempuan memiliki tempat yang aman dan nyaman ketika mereka mengalami kekerasan atau diskriminasi selama melakukan pekerjaan,” ujarnya melalui rilis tertulis.
Kemen PPPA menginsiasi pembentukan RP3 di Kawasan Industri. Tahun 2019, RP3 telah terbentuk di 5 kawasan industri yaitu di Cakung, Karawang, Pasuruan, Bintan dan Cilegon.
Pembentukan RP3 di Cilegon merupakan hasil kerja sama dengan KIEC dan didukung oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten dan Kota Cilegon. RP3 difasilitasi ruang konsultasi dan pengaduan bagi pekerja.
“Kalau RP3 sudah terbentuk, minimal rasa aman dan nyaman bagi pekerja perempuan itu sudah ada wadahnya untuk menyuarakan. Ini juga tidak lepas dari dukungan dari pemerintah daerah dengan kebijakannya,” tambah Menteri Bintang.
Menurut Direktur Umum PT. KIEC Priyo Budiarto, pembentukan dan peresmian RP3 ini sebagai bentuk komitmen PT. KIEC menghadirkan Kawasan industri yang nyaman baik bagi para investor maupun pekerjanya.
“Ini merupakan sebuah kebanggaan bagi PT. KIEC bisa merealisasikan fasilitas rumah perlindungan pekerja perempuan. Ini sebagai komitmen kami melengkapi fasilitas infrastruktur yang tujuan utamanya untuk meningkatkan perlindungan pekerja perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi di dunia usaha,” ujar Priyo Budiarto.