Terkait dengan konsepsi panduan rekomendasi dispensasi kawin, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati mengungkapkan dispensasi kawin merupakan kewenangan pengadilan untuk memutuskan apakah sebuah permohonan dispensasi kawin dapat dikabulkan atau tidak. Hakim menjadi sumber daya manusia yang akan menentukan proses peradilan permohonan dispensasi kawin tersebut. Upaya penanganan permohonan dispensasi kawin yang dapat dilakukan adalah pendampingan sebelum permohonan dispensasi kawin dilakukan dengan memberikan rekomendasi kondisi anak yang dimohonkan. Hal ini sesuai dengan amanah dari Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 bahwa Psikolog, Pekerja Sosial dari lembaga layanan yang ditunjuk dapat memberikan rekomendasi dalam dispensasi, dipertegas oleh Direktur Pembinaan Administrasi MA, Ibu Nur Jannah. Hal penting lainnya ditambahkan beliau bahwa terkait pandangan masyarakat bahwa jika yang dimohonkan telah hamil, Pengadilan Agama tidak serta merta akan mengabulkan permohonan, jadi tidak ada alasan harus hamil dulu jika ingin dikabulkan, dan terkait anak yang dilahirkan akan diberikan hak identitas oleh pengadilan.
“Adapun rekomendasi tersebut berisi kondisi anak secara umum dan kondisi psikologisnya yang dapat memberikan gambaran bagi hakim yang memutuskan perkara tersebut. Penanganan dampak dispensasi kawin juga dapat dilakukan pada saat permohonan dispensasi kawin diputuskan. Ketika permohonan dispensasi kawin ditolak, maka unit layanan perempuan dan anak dapat memulihkan kondisi anak, termasuk memulihkan hak anak seperti hak pendidikan, bersosialisasi kembali dengan teman sebaya dan masyarakat. Dalam SOP ini memuat tugas lembaga layanan dalam upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak melalui dispensasi kawin. Lembaga layanan dalam hal ini adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Kedua lembaga layanan tersebut dapat menjalankan fungsinya untuk pendampingan dan berkoordinasi demi terpenuhinya hak anak mulai dari menjelaskan upaya pencegahan sebelum terjadinya perkawinan usia anak serta penanganan pasca keputusan permohonan dispensasi kawin, upaya perlindungan di bidang perlindungan anak, kesehatan, tanggung jawab pemerintah desa dan bidang agama,” terang Rita.
Sementara itu, terkait dengan praktik baik yang telah dilakukan di daerah, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kab. Rembang, Budi Setiasih dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi menyampaikan dan menceritakan apa yang sudah dan akan terus dilakukan oleh keduanya dalam upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak utamanya dalam pelaksanaan dispensasi kawin.
Dinas PPPA Provinsi Jawa Tengah telah melakukan upaya pencegahan melalui inisiasi Jo Kawin Bocah sebagai gerakan dan ajakan bagi masyarakat termasuk di Jawa Tengah untuk mencegah dan menangani perkawinan anak sebagai upaya pendewasaan usia perkawinan dalam rangka pemenuhan hak anak di Jawa Tengah. Kegiatan Jo kawin Bocah ini juga dilakukan untuk mencegah dampak perkawinan anak seperti kesehatan (angka kematian ibu dan stunting), kualitas sumber daya manusia di masa depan, kasus perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga, serta agenda pembangunan yang terhambat. Program Jo Kawin Bocah ini juga meliputi upaya pencegahan, penanganan melalui rekomendasi dan penanganan pasca putusan pengadilan agama. Sedangkan untuk Dinsos PPPAKB Kab. Rembang, program yang telah dilakukan salah satunya melalui PUSPAGA SAMARA yang melakukan MoU dengan Pengadilan Agama tentang pelaksanaan pembinaan dan edukasi bagi calon pemohon dispensasi nikah dengan bantuan dari tenaga kesehatan, psikolog, tenaga pendidikan, dan fasilitator keluarga.