Lontar.id – Jelang pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar dalam penentuan calon ketua umum, antara kubu Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Airlangga Hartarto semakin memanas.
Kubu Bamsoet menuding, penyelenggaraan Munas Golkar ke-X penuh dengan intrik dan akal-akalan untuk memastikan Airlangga Hartarto terpilih kembali sebagai ketua umum.
Ketua Tim Penggalang Opini dan Media Bamsoet, Cyrillus Kerong menyatakan panitia pelaksana Munas melabrak sejumlah aturan di Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Cyrillus Kerong mempermasalahkan panitia Munas memasukkan syarat calon ketua harus mendapat dukungan 30 persen suara dari DPD.
Dalam AD Partai Golkar, syarat 30 persen itu bukan terkait dengan syarat calon ketua umum, melainkan syarat seseorang yang akan menjadi pengurus DPP Golkar. Sebagaimana di Pasal 12 Bab 5 AD tentang struktur dan pengurus DPP Golkar. Sedangkan ketentuan tentang pemilihan calon ketua umum diatur tersendiri dalam AD Pasal 50 Bab 14.
Menurut Cyrillus Kerong jika aturan tersebut tidak diubah sebelum dilaksanakan Munas, maka kubu Bamsoet akan melaksanakan Munas tandingan yang dianggap sesuai dengan AD/RT Partai Golkar.
“Kami bersedia melaksanakan Munas sesuai dengan AD/ART, apabila pelanggaran yang dilakukan saudara Airlangga dan rekan-rekan di DPP Golkar. Kami memberikan warning jangan langgar, kalau you langgar you minggir,” kata Cyrillus Kerong saat konferensi pers di Batik Kuring, Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Kubu Airlangga memberikan tenggat waktu hingga pukul 12.00 sebelum masuk di forum Munas. Pasalnya, masih ada waktu menunggu itikad baik dari kubu Airlangga agar memperbaiki mekanisme dan syarat calon ketua umum.
Jika memang tidak ada tanggapan dan perubahan mekanisme pemilihan ketua umum, Cyrillus Kerong terpaksa harus menggelar Munas tandingan sebagai bentuk perlawanan terhadap kubu Airlangga.
“Ini serius (Munas tandingan), kami tidak pernah gertak sambal. Saya katakan ini serius,” ucap tim 9 Bamsoet.
Selain itu, ia mengimbau kepada seluruh DPD Golkar se Indonesia dan sayap partai pohon beringin untuk melawan Airlangga karena melanggar aturan. Cara melawan kata Cyrillus Kerong yaitu dengan tidak memilih kembali Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar di Munas mendatang.
“Kami mengajak seluruh DPD I dan DPD II Partai Golkar di seluruh Indonesia, organ sayap partai serta stakeholder untuk melakukan penyelamatan partai. Yaitu tidak lagi memilih saudara Airlangga sebagai Ketua Golkar pada Munas,” imbuhnya.
Marleen Pettah tim 9 Bamsoet yang turut hadir menyatakan, bahwa rapat pleno pada Kamis (28/11) di Kantor DPP Golkar bermasalah dan abal-abalan. Peserta pleno dianggap dijebak untuk menyetujui semua hasil pleno tanpa memberikan penjelasan dari pertanyaan peserta.
Termasuk mengenai isi draf Munas yang tidak diserahkan kepada peserta, melainkan panitia terkesan memaksa agar semua peserta setuju. Padahal di dalam poin pleno tersebut, membahas tentang mekanisme dan syarat pemilihan calon ketua umum.
Peserta lanjut Marleen, juga mempertanyakan kemana penggunaan anggaran partai sebesar Rp18 miliar yang berasal dari APBN. Seharusnya anggaran sebesar itu harus disampaikan oleh Airlangga sebagai bentuk pertanggungjawaban ketua umum. Untuk itu ia meminta agar dibentuk tim audit independen untuk menelusuri kemana anggaran tersebut digunakan.
“Pertanyaan kami mengenai penggunaan keuangan partai, baik yang berasal dari APBN maupun sumber lainnya. Akibat tidak serius menjawab pertanyaan dari kami, maka rapat tersebut hanya akal-akalan dan intrik semata,” imbuhnya.
Ia juga mempersoalkan terkait syarat minimal dukungan 30 persen dimasukkan dalam draf pleno. Menurut dia, syarat tersebut sengaja dimasukkan untuk mencekal Bamsoet maju sebagia calon ketua umum.
“Terus ada butir tentang pemilihan berdasarkan 30 persen suara. Kapan kita masukkan? Apakah sebelum atau saat pendaftaran? Ataukah nanti pada saat pemilihan di bilik suara? Ternyata mereka gak berani jawab,” akunya.
Dihubungi secara terpisah, Sekjen DPP Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menanggapi santai terkait kubu Bamsoet yang mempertanyakan tentang keuangan partai yang berasal dari APBN. Menurut dia, anggaran APBN untuk partai politik memang digunakan untuk kegiatan partai.
Seperti kegiatan dan pelatihan untuk meningkatkan sumber daya manusia partai politik. Namun dalam Pleno Golkar tersebut tidak membahas khusus tentang keuangan partai melainkan mekanisme penyelenggaraan Munas.
“Selama ini kita memang tidak berbicara tentang keuangan partai. Sumber keuangan partaiitu ada dua, pertama iuran dari anggota dan kedua dari APBN,” terangnya.
Sementara mengenai mekanisme persyaratan calon ketua umum, masing-masing calon harus memiliki syarat administrasi salah satunya 30 persen dukungan dari pemilik suara.
Syarat tersebut tertera di AD/ART Partai Golkar yang mengharuskan adanya syarat dukungan jika ingin maju sebagai calon. Ia juga menyinggung bahwa Bamsoet telah mendapatkan dukungan 400 hak suara, sehingga tidak perlu takut dengan syarat yang dicantumkan panitia pelaksana Munas.
“Itukan ada persyaratan di AD/ART, didukung oleh 30 persen. Nah bagaimana kita tau dia dukung, pakai apa padahal Munas belum mulai. Itulah syarat administrasinya, harusnya gak takut,” tutupnya.
Editor: Ais Al-Jum’ah