Lontar.id– Rasa-rasanya belum ada buku yang menjelaskan sangat detail ihwal kehidupan seksualitas manusia pada abad ini. Buku yang demikian justru didapatkan dalam manuskrip-manuskrip kuno, jika di Jawa kita mengenal centhini, maka di Bugis, kita mengenal assikalaibineng.
Dua kitab persetubuhan ini mengungkap hubungan seksual manusia dari yang paling dasar hingga pemaparan perihal tata cara bersetubuh antara pasangan suami-isteri.
Salah seorang filolog asal Makassar, Muhlis Hadrawi sangat telaten mengumpulkan manuskrip kerajaan dan catatan dari lontara Bugis-Makassar demi menemukan bagaimana seksualitas dipahami orang-orang terdahulu. Bukunya tentang Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis merupakan buah penelitian tesisnya di Universitas Indonesia (UI).
Baca juga: Kitab Centhini dalam Falsafah Persetubuhan
Muhlis mengungkapkan jika seksualitas adalah salah satu bagian yang paling penting dalam kehidupan manusia. Menurutnya, seks merupakan kebutuhan mendasar manusia. Kisah-kisah Islam menyebutkan bahwa Nabi Adam sebagai manusia pertama rupanya memiliki kebutuhan selain makan dan minum dan kehadiran hawa mengubah hidupnya menjadi bahagia, dan puas. Kisah tersebut tidak hanya didapatkan dalam kepercayaan Islam, tapi juga terkandung dalam kitab I Lagaligo (kitab masyarakat Bugis).
Dalam perkembangannya seks bukanlah sekedar urusan biologis tapi berkelindan dengan elemen lain seperti spiritualitas dan sistem sosial yang bersumber dari agama dan budaya.
Kesan saya saat pertama kali membaca kitab ini adalah bahagia sekaligus heran. Awalnya, sebelum membaca saya berpandangan jika Assikalaibineng akan sangat menonjolkan identitas ke-Bugisannya. Anggapan itu jelas keliru, kitab Assikalaibineng justru memberikan nuasa Islam yang sangat kental.
Bedanya adalah, kitab ini memang tidak ditulis dalam bahasa Arab tapi dalam bahasa Bugis (meskipun pada bagian khusus ada yang berbahasa Arab) dan dituliskan dengan huruf lontara. Namun, ketika memasuki bagian penjelasannya, kita lalu disuguhkan pengalaman spiritual dalam konteks Islam yang lebih dominan.
Terjadinya hibriditas, antara Islam dan Bugis menyiratkan jika teks ditulis saat Islam sudah datang di nusantara.
Dalam teks dijelaskan, jika sebelum melakukan hubungan intim harus diawali dengan berwudhu kemudian membaca beberapa ayat suci Al-Qur’an dan beberapa bacaan zikir.
Assikalaibineng yang Melampaui Zamannya
Jauh sebelum era modern, orang-orang Bugis telah menemukan ilmu yang bisa menjelaskan prilaku hubungan seksual yang berkualitas. Mereka mampu menjelaskan bagian intim tubuh perempuan bahkan lebih detil.
Misalnya ketika menyebut klitoris, di Assikalaibineng, klitoris disebutkan hingga bagian paling dalam, sampai empat bagian.
Tidak hanya itu, Assikalaibineng juga memberikan panduan bagaimana cara mendapatkan anak yang sesuai keinginan orangtuanya. Misalnya, jika ingin mendapatkan anak yang berkulit hitam atau putih, maka dijelaskan hari dan waktu yang tepat melakukan hubungan seks. Begitupun ketika ingin mendapatkan anak laki-laki atau perempuan.
Pembahasan seksualitas dalam Assikalaibineng memang menyentuh bagian yang sangat kompleks. Untuk sampai pada bagian lakuan persebadanan, teks terlebih dahulu membongkar bahasa dan istilah yang digunakan. Misalnya ketika menjelaskan organ seksual laki-laki, Assikalaibineng mengungkapkan jika organ seksual laki-laki ada tiga, yakni mulut (timu), tangan (jari), dan zakar (kalamung).
Terkait dengan ketiga alat seksual itu, Assikalaibineng mengenal ungkapan (warekkada) yang mengatakan “seddi pallopina, naekiya tellu pabbisena” (satu nahkodanya, tetapi tiga dayungnya). Pallopi merupakan simbol bagi laki-laki, sedangkan tiga duyung merupakan simbol dari tiga organ seksual tadi.
Ketika tiga organ tersebut difungsikan secara berkombinasi dalam waktu yang bersamaan baik dalam posisi baring, duduk, atau tubuh saling merapat. Assikalaibineng menjelaskan secara runut bagaimana praktik ketiga organ seksual itu bekerja sampai pada titik orgasme.
Tekhnik tersebut dianggap sebagai gaya sangat istimewa, sehingga seakan-akan teks Assikalaibineng menjadi jaminan akan efek sensasi bagi perempuan, yakni sebuah kenikmatan seksual yang sempurna.
Assikalaibineng menjadi bacaan wajib tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan. Kitab ini sekaligus membuka wawasan kita tentang lakuan persebadanan yang lebih kompleks tapi dapat dipahami dengan sederhana. Sebuah capaian tertinggi yang harus disebarkan ke anak-cucu kita.