Lontar.id – Negara mengucurkan dana sebesar Rp450.339.525 sebagai kompensasi untuk empat korban kejahatan terorisme. Mereka merupakan korban dari tiga kejadian yang berbeda.
Nilai kompensasi sebesar Rp450.339.525 tersebut sesuai dengan perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diajukan melalui tuntutan jaksa penuntut umum.
Dilansir laman resmi Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Jumat (13/12/2019), diaebutkan bahwa dua penerima kompensasi adalah korban tindak pidana terorisme yang terjadi di Tol Kanci-Pejagan, satu orang korban peristiwa terorisme di Cirebon, Jawa Barat. Sedangkan satu orang lainnya merupakan korban penyerangan teroris di Pasar Blimbing, Lamongan, Jawa Timur.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan, dirinya mewakili pemerintah, mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memberikan kompensasi kepada korban kejahatan terorisme.
Menurut Mahfud, terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Sehingga pemerintah membentuk LPSK untuk memberikan perlindungan kepada saksi-saksi pelaku kejahatan dan korban kejahatan.
Selanjutnya, disusun lagi dengan undang-undang yang lebih progresif, yaitu Undang-Undang Terorisme yang menyatakan korban terorisme itu mendapat kompensasi atau restitusi pengobatan medis maupun psikososial itu diberikan oleh negara.
“Itu untuk menunjukkan betapa negara memang betul-betul serius untuk menangani masalah teror, karena itu adalah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh sipil. Kalau kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara, nah itu disebut pelanggaran HAM. Kalau sipil dengan sipil, bukan pelanggaran HAM namanya, ada lagi sendiri namanya,” kata Mahfud saat penyerahan.
Nilai kompensasi yang diberikan kepada korban bervariasi, tergantung jenis kerugian yang dialami.
Untuk korban meninggal dunia pada kasus terorisme Cirebon berhak mendapatkan kompensasi sebesar Rp 286.396.000. Untuk dua korban Tol Kanci-Pejagan berhak mendapatkan kompensasi masing-masing sebesar Rp 51.706.168 dan Rp 75.884.080. Sedangkan untuk korban penyerangan teroris di Lamongan berhak mendapatkan kompensasi sebesar Rp 36.353.277.
Sementara itu, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, jumlah korban terorisme yang telah mendapat layanan hingga saat ini sebanyak 489 orang, dengan jumlah layanan mencapai 974 layanan.
Dia merinci layanan yang dimaksud, yakni 210 layanan pemenuhan hak prosedural, 127 layanan medis, 92 layanan psikologis, 179 layanan psikososial, 10 layanan perlindungan fisik; dan sebanyak 357 fasilitasi pemberian kompensasi.
Terkait kompensasi, LPSK telah berhasil menunaikan hak kepada 50 korban terorisme dengan total nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp 4.281.499.847,-
Dalam menangani kasus tindak pidana terorisme, LPSK merujuk pada 2 Undang-Undang, yakni UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU No 5 Tahun 2018 tentang Tentang Perubahan atas UU No 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam UU No 5 Tahun 2018, korban tindak pidana terorisme memiliki hak untuk mendapatkan bantuan, baik medis, rehabilitasi psikologis maupun psikososial. Tidak hanya itu, setiap korban terorisme juga berhak mengajukan kompensasi atau ganti kerugian kepada negara. UU ini pun membuka ruang bagi setiap korban tindak pidana terorisme yang terjadi pada masa lalu atau proses hukumnya telah usai untuk mendapatkan hak atas kompensasi.