Lontar.id – Hingga Sabtu (21/3/2020), persentase kematian pasien positif virus Corona Baru atau COVID-19 di Indonesia, masih di atas delapan persen, yakni 8,44% atau 38 dari total 450 kasus.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, melalui rilis tertulis yang dikirimkan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo, menjelaskan, per 21 Maret 2020 berjumlah 450 kasus. Jumlah kasus terbanyak berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta 267 kasus, Jawa Barat 55, Banten 43, Jawa Timur 26 dan Jawa Tengah 14. Kasus meninggal dunia mencapai 38 orang.
Menyikapi kondisi saat ini, Yuri menegaskan bahwa pemerintah telah sungguh-sungguh dan bekerja keras untuk mengendalikan Covid -19.
Pemeriksaan cepat telah dilaksanakan sejak kemarin sore (20/3) di beberapa tempat di Jakarta Selatan. Pemeriksaan cepat akan dilakukan secara luas di Indonesia, terutama pada kelompok berisiko.
Pemeriksaan cepat itu nantinya akan diikuti dengan pelacakan kasus positif. Keluarga yang teridentifikasi positif akan dirawat di rumah sakit maupun di rumah. Pelacakan juga dilakukan di tempat kerja keluarga tersebut.
Pasien yang terpapar Covid-19, menurutnya belum tentu di rawat di rumah sakit tetapi bisa juga menerapkan isolasi perorangan di rumah. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menghindari penyebaran baru. Warga yang dirawat di rumah dapat dirujuk ke rumah sakit apabila ia merasakan keluhan.
Gugus Tugas, kata dia, telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menyiapkan rumah sakit.
Saat ini, rumah sakit pemerintah, BUMN dan swasta bersiap untuk mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19. Selain itu, beberapa bangunan seperti hotel dari sektor swasta dan wisma atlet telah dipersiapkan sebagai ruang isolasi penanganan pasien positif.
Sementara itu, pemerintah telah mendatangkan obat untuk upaya penyembuhan pasien Covid-19. Salah satunya berupa kloroquin. Obat tersebut berdasarkan bukti praktek medis di negara lain memberikan respons positif. Yurianto menegaskan obat tersebut bukan sebagai langkah pencegahan.
“Oleh karena itu, tidak perlu masyarakat kemudian menyimpan Kloroquin, membeli Kloroquin dan menyimpannya. Ingat Kloroquin adalah obat keras yang hanya bisa dibeli dengan menggunakan resep dokter,” jelas Yurianto saat menggelar konferensi pers di Gedung BNPB.
Obat tersebut nantinya diberikan melalui resep dokter dan diawasi oleh tenaga kesehatan.
Upaya penanganan lain yaitu penyediaan masker bedah sejumlah 12 juta dan masker N95 lebih dari 81 ribu. Kementerian Kesehatan mengirimkan masker tersebut kepada dinas kesehatan provinsi, yang selanjutnya didistribusikan ke rumah sakit maupun klinik.
Yurianto juga menuturkan bahwa warga dengan hasil tes negatif Covid-19 harus tetap mematuhi imbauan pemerintah, seperti menjaga jarak dengan orang lain dan menghindari kerumunan. Tes yang dimaksud merujuk pada metode tes cepat.
Mereka dengan hasil tes negatif tetap melakukan pembatasan dalam berinteraksi sosial. Data Kementerian Kesehatan dan data global menunjukkan bahwa kelompok usia muda memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berusia lanjut.
“Namun, harus dipastikan bahwa bukan berarti kelompok yang usia muda ini tidak bisa terkena. Bisa terkena dan tanpa gejala inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor cepatnya penyebaran karena kita terkena tanpa gejala dan kemudian tidak melakukan isolasi diri,” tegasnya.
Menurut Yurianto, situasi tersebut menjadi tantangan, karena sebaran dapat menjadi semakin cepat, khususnya pada orang-orang di sekitar yang usianya lebih tua. Meskipun warga yang telah melakukan tes Covid-19 berusia muda dan kuat, ia tetap dapat menjadi salah satu sumber penyebaran di dalam keluarga.
“Hasil negatif tidak memberikan garansi tidak terinfeksi covid – 19. Menjaga jaga jarak, menghindari kerumunan orang menjadi pilihan pertama,” tambah dia.
Individu yang telah melakukan tes cepat menujukkan hasil negatif meskipun ia sudah terinfeksi virus Corona. Kondisi tersebut terjadi karena respons serologi dan respons imunitas belum muncul. Ini sering terjadi pada infeksi yang masih berada di bawah 7 hari atau 6 hari, hasilnya pasti akan negatif.
“Oleh karena itu, ini akan diulang lagi untuk 6 hari atau 7 hari, kemudian dengan pemeriksaan yang sama, dan kita menginginkan siapa pun meskipun di dalam pemeriksaan negatif, tidak kemudian merasa dirinya sehat tetap harus melaksanakan pembatasan. Mengatur cara dalam konteks berkomunikasi secara sosial,” tegas Yurianto.
Ia mengatakan bahwa hasil negatif tidak memberikan garansi mereka tidak sedang terinfeksi Covid-19 ini. Masyarakat harus memahami dengan serius kondisi tersebut.
“Yang harus kita mengerti bersama, oleh karena itu kebijakan terkait dengan mengatur menjaga jarak, mengurangi aktivitas di luar, menghindari kerumunan, dan sebagainya, tetap menjadi pilihan yang pertama,” kata dia.