Lontar.id – Nomenklatur Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kabupaten/kota tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 juncto UU Nomor 10 Tahun 2016. Di situ masih disebut sebagai panitia pengawas pemilu (Panwaslu).
Ketua Bawaslu, Abhan, menyatakan, hal itu menjadi salah satu kendala Bawaslu dalam melakukan kewenangannya.
“Kondisi perbedaan nomenklatur ini berdampak pada pembentukan Sentra Gakkumdu, karena masih tertera Panwaslu sedangkan sekarang sudah Bawaslu (Kaupaten/Kota yang terbentuk permanen sejak 2018),” tuturnya saat bertemu Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Komisaris Jenderal (Komjen) Listyo Sigit Prabowo, di Kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/1/2019).
Melalui keterangan resmi Bawaslu, disebutkan, kondisi ini, juga dialami Bawaslu provinsi, yakni dari sisi jumlah anggota (pimpinan) yang berbeda.
Dalam Pasal 92 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, jumlah anggota Bawaslu provinsi sebanyak lima atau tujuh orang, sedangkan dalam UU Nomor 2015 juncto UU Nomor 10 Tahun 2016 disebutkan hanya tiga orang.
Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo pun berharap soal nomenklatur ini bisa segera disepakati agar Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota bisa tidak menemui hambatan dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran saat Pilkada 2020 berjalan.
“Harus ada persamaan persepsi, agar tidak ada lagi perbedaan dalam kewenangan yang menangani pelanggaran, jadi kita membangun kesamaan persepsi,” jelas dia.
Baca juga: Divisi Penindakan Bawaslu Siapkan Strategi dan Sinergi Penanganan Pelanggaran Pilkada 2020
Dewi berharap, langkah-langkah bersama Kepolisian dan Kejaksaan ini bisa dituangkan dalam Surat Edaran Bersama Sentra Gakkumdu. Supaya lanjut Dewi, ada instrumen hukum yang sama dalam melakukan penindakan penanganan pelanggaran saat Pilkada 2020 mendatang.
” Kabareskrim merespon dengan baik. Beliau mendukung untuk percepatan dan kami akan melakukan instrumen hukum untuk menyamakan persepsi ini,” tutupnya.