Namun, waktu berlalu dan era berganti. Arwana irian telah menjadi komoditas yang cukup menjanjikan. Sampai titik ini, kiranya perlu kebijakan pemanfaatan arwana irian oleh masyarakat agar tetap terjamin kelestariannya di alam.
“Menyisihkan kuota tangkap setiap tahun untuk dilepasliarkan, menurut saya ini bagian dari kebijakan pemanfaatan arwana irian untuk menjamin kelestariannya di alam”, demikian ungkap Kepala Balai Besar KSDA Papua, Edward Sembiring.
Lebih dari itu, Edward menjelaskan bahwa masyarakat adat sebenarnya telah memiliki banyak nilai luhur atau kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam. Sejauh ini nilai-nilai tersebut sangat mendukung kegiatan konservasi.
“Kearifan lokal terkait sasi dan totem, misalnya, merupakan contoh nilai-nilai konservasi yang berkembang di kalangan masyarakat adat dan telah diterapkan sejak zaman nenek moyang. Saya selalu hormat terhadap nilai-nilai itu, yang merupakan khazanah negeri kita dan terbukti sanggup menjaga alam sampai sekarang,” kata Edward.
Sejauh ini, nilai sasi dikenal cukup luas oleh kelompok-kelompok masyarakat adat di Papua. Sasi adalah larangan memanfaatkan sumber daya di suatu wilayah adat tertentu dalam jangka waktu tertentu. Menurut Edwrad, sasi termasuk pola yang efektif dalam mengatur pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
Di sisi lain, totem memiliki daya tarik khusus, baik sebagai nilai konservasi maupun nilai adat. Peluangnya cukup tinggi bila dikelola menjadi bagian pendukung pariwisata minat khusus di area lahan basah Merauke yang indah tiada tara.
Kata totem sendiri sangat menarik perhatian, seperti dongeng purba dari antah-berantah yang tersesat di zaman modern.