Lontar.id – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid mengeluarkan fatwa bahwa rokok elektronik atau vape haram. Alasannya, vape masuk kategori perbuatan khaba’is, atau merusak dan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Namun sejauh ini belum diketahui, fatwa haram rokok elektronik tersebut hanya berlaku di kalangan Muhammadiyah atau berlaku untuk umum.
Dasar penerbitan fatwa tersebut adalah kajian dari Al Qur’an surat Al-Baqara ayat 195 dan An-Nisa ayat 29.
Wasekjen PPP, Arsul Sani, saat dimintai pandangannya tentang fatwa haram tersebut, mengatakan, di kalangan umat muslim terdapat perbedaan pendapat terkait status rokok elektronik dan rokok konvensional.
Jika Muhammadiyah mengharamkan rokok dengan alasan hukum Islam, ada juga pihak lain yang menyebutkan tidak haram atau makruh.
“Soal rokok ini baik vape atau rokok tradisional terdapat perbedaan (khilafiyah) tentang status hukumnya. Ada yang berpendapat haram sebagaimana fatwa Muhammadiyah, ada pula yang hanya memakruhkan,” kata Arsul Sani melalui pesan singkat, Jumat (24/1/2020).
PPP sebagai salah satu partai Islam tak ingin ikut-ikutan setuju atau tidak dengan fatwa Muhammadiyah. Arsul Sani mengingatkan bahwa fatwa haram merokok elektronik (vape) merupakan urusan khilafiyah, jadi bisa diikuti dan tidak.
Ia juga mengimbau pada pihak yang menilai haram maupun tidak, untuk mencari tahu dasar argumentasinya. Sehingga tidak terkesan menerima begitu saja tanpa memiliki pandangan yang kuat.
“PPP menghormati perbedaan fatwa seperti itu, dan menyerahkan kepada setiap umat Islam untuk mengikuti yang mana. Yang terpenting hendaknya kita mengetahui dasar dan argumen dari pendapat yang kita ikuti,” terangnya.
Menurut Arsul Sani, dari segi regulasi belum ada aturan yang mengatur bahwa yang bisa mengeluarkan fatwa hanya ormas tertentu, tetapi bisa dilakukan oleh ormas Islam lainnya.
“Dari dulu tidak ada aturan bahwa hanya ormas keagamaan tertentu saja yang boleh berfatwa. Ummat Islam juga tidak menjadi bingung karena rata-rata tahu bahwa fatwa soal rokok itu khilafiyah. Jadi, yang penting saling menghormati saja isi fatwa yang berbeda,” tambahnya.
Dihubungi terpisah Anggota DPR Fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf, menyatakan hal yang sama. Dia tak mempersoalkan fatwa Muhammadiyah, pasalnya, pengambilan keputusan salah satu ormas terbesar ini, melalui kajian mendalam.
“Kita hormati aja fatwa tersebut. Kalau benar seperti itu, berarti sudah melalui kajian mendalam. Kalau ada pihak yang beda pendapat, ya silahkan saja, jika memang punya argumen kuat lainnya,” urai Al Muzzamil Yusuf Anggota Komisi I DPR.
Di internal PKS kata dia, pembahasan tentang rokk sudah selesai. Sebab, PKS punya tradisi yang berbeda dengan parpol lainnya. Sebagai parpol Islam, PKS tidak melarang kadernya untuk merokok, tetapi tradisi PKS sejak dahulu hingga sekarang, kata Al Muzzamil Yusuf tidak ada yang merokok.
“Kalo kader PKS, ada atau tidak ada fatwa tersebut, memang sudah menjadi tradisi kader PKS untuk tidak merokok bagian dari pola hidup sehat,” tutupnya.
Editor: Kurniawan