Lontar.id – Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit St. Stamford Modern Cancer Hospital, Guangzhou, China.
Ia meninggal dunia di umur 49 tahun, karena mengidap penyakit kanker paru stadium 4. Penyakitnya yang diketahuinya sejak tahun 2017 lalu, seringkali membuat dirinya merasakan sakit hingga harus melakukan pengobatan secara rutin.
Sutopo Purwo Nugroho menjalani pengobatan kemoterapi, karena kanker yang ia derita sudah menjalar kebagian organnya yang lain. Pengobatan kemoterapi digunakan oleh dokter, biasanya pada pasien yang terlambat mengetahui bahwa dirinya sudah mengidap kanker stadium lanjut.
Namun, apabila penyakit kanker sejak dini diketahui, maka dokter akan segera melakukan operasi untuk mengangkat bagian paru agar tidak menjalar ke paru yang lainnya. Pasien tetap akan bisa bernapas dengan normal, meskipun hanya dengan satu paru saja.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang sudah menderita stadium lanjutan ini, mengikuti pengobatan kemoterapi selama berbulan-bulan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker.
Sejak 2017 lalu, pada saat pertama mengetahui bahwa ia mengidap penyakit kanker paru, Sutopo Purwo Nugroho pun menjalani pengobatan kemoterapi, meskipun kondisi fisiknya terus mengalami penurunan namun pria 49 tahun ini tetap menjalani pekerjaannya yang cukup berat.
Bayangkan, setiap kejadian bencana gempa bumi di Indonesia, wajahnya kerap muncul di media massa, mengabarkan kondisi terkini lokasi yang terkena dampak bencana dan rajin melayani melayani pertanyaan wartawan.
Rasa sakit yang ia alami sebagai pasien pengidap kanker paru, bukan menjadi alasan Sutopo Purwo Nugroho mengorbankan pekerjaannya. Ia tahu, pekerjaan tersebut cukup penting, karena tanpa informasi darinya bisa mengakibatkan kepanikan terhadap warga.
Sutopo Purwo Nugroho kerap mengabarkan informasi baik melalui akun media sosial pribadi, maupun menggelar jumpa pers di kantor BNPB. Saya sebagai salah satu jurnalis yang pernah hadir pada saat jumpa pers di kantor BNPB, pada saat kejadian gempa dan tsunami di Palu.
Meski beliau dalam keadaan sakit, yang kebanyakan orang akan memilih untuk banyak beristirahat di rumah, tapi Sutopo enggan menggugurkan tanggungjawab hanya kerana alasan sakit.
Saya melihat, tidak ada gurat wajah pesakitan saat ia menjelaskan data sambil menunjukkan grafik statistik gempa dan tsunami di Palu. Melainkan wajah keceriaan dan bahagia bisa memberikan informasi yang valid.
Tak hanya itu, apabila beredar informasi hoaks di media sosial, Sutopo lah orang yang pertama meluruskan berita tersebut. Karena hal itu juga ia kerap ditimpal berbagai penghargaan.
Salah satunya sebagai Tokoh Teladan Anti-Hoaks Indonesia dari Mafindo. Penghargaan lainnya, pada 2018 ia dianugerahi Communicator of The Year 2018, The First Responden dari media The Straits Times, tokoh komunikasi kemanusiaan, IAGI Awards bidang komunikasi bencana alam dan sebagainya.
Kepergian Sutopo untuk selamanya, seperti kita kehilangan orang baik dengan integritas tinggi. Pekerja keras tanpa mengenal lelah meskipun harus melawan penyakit. Tak mudah menggantikan posisi Sutopo, namun kerana waktunya sudah tiba perpisahanlah yang memisahkan.
Pada 15 Juni lalu, Sutopo memposting diakun media sosial Instagram. Di akun itu tersebut ia mengabarkan pada netizen bahwa dirinya akan berangkat berobat ke negeri tirai bambu China di Guangzho, selama sebulan. Tak lupa juga ia meminta agar dirinya di doakan agar secepatnya smebuu dari penyakit.
Namun tak berselang lama, kabar duka pun datang. Sutopo menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit St. Stamford Modern Cancer Hospital. Banyak orang berduka atas kepergiannya. Ia bak pahlawan di tengah kepanikan bencana gempa bumi, tanpa informasi darinya maka hoaks tumbuh subur.
Selamat jalan Pak Sutopo Purwo Nugroho, jasa-jasamu akan dikenang oleh banyak orang.
*
Dikutip dari Alodokter, kanker paru-paru banyak dialami oleh orang dengan kebiasaan perokok aktif atau orang yang menghirup asap rokok orang lain. Bisa juga dialami oleh orang yang berada di lingkungan yang tercemar zat kimia di lingkungan kerjanya.
Kanker paru-paru dapat diketahui atau dicegah lebih dini bila kita mengecek ke dokter dan mencari tahu penyebabnya. Bila mengetahui lebih awal, maka dapat segera dilakukan tindakan. Namun karena kanker paru tidak menimbulkan gejala di awal, biasanya kita kerap mengabaikan dan menganggap sebagai penyakit biasa.
Kanker paru dapat diketahui dan dirasakan pasien setelah mulai menjalar ke beberapa organ dan menimbulkan gejala seperti, batuk kronis, batuk darah penurunan berat badan drastis, nyeri dada dan tulang hingga sesak napas.
Saat seperti ini, biasanya pasien baru mulai mengecek kesehatan ke dokter. Untuk menangani kasus kanker paru, biasanya dilakukan beberapa tindakan, mulai dari operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi target krioterapi, terapi ablasi dan terapi fotodinamik.
Berdasarkan tingkatan kanker paru, terdapat 4 stadium kanker paru-paru:
Stadium I
Pada stadium ini, kanker masih berada di dalam paru-paru dan belum menyebar ke kelenjar atau organ sekitarnya.
Stadium II
Pada stadium ini, kanker masih berada di dalam paru-paru, namun telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya.
Stadium III
Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening yang letaknya jauh dari paru-paru atau bagian tubuh lainnya, seperti batang tenggorok (trakea), kerongkongan, atau pembuluh darah utama di jantung.
Stadium IV
Pada stadium ini, kanker telah menyebar di kedua paru-paru dan organ lain yang letaknya jauh dari paru-paru, seperti otak dan hati. Kanker juga telah menyebabkan penumpukan cairan di dalam selaput paru-paru (pleura).