Lontar.id – Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, menanggapi serius rencana penghapusan tenaga honorer oleh pemerintah. Menurutnya, kebijakan itu akan membuat daerah mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan pegawai di sejumlah instansi.
Ganjar mengatakan, apabila keputusan ini diberlakukan maka bidang yang paling terdampak adalah pendidikan. Selama ini bidang pendidikan banyak mengandalkan tenaga pendidik honorer.
“Kalau itu dihapus dan tidak boleh, maka kami kekurangan pegawai. Guru saja kami kurang. Kalau itu (honorer) dipangkas, kami ndak ada guru. Lha yang mau ngisi siapa?” katanya seusai meresmikan Mal Pelayanan Publik di Kabupaten Batang, Kamis (23/1/2020).
Menurutnya, selama ini negara belum mampu menyediakan pegawai sesuai kebutuhan. Beberapa pemerintah daerah menyiasatinya dengan mengangkat tenaga honorer untuk menutupi kebutuhan pegawai.
“Bisa saja solusinya boleh mengangkat honorer, tapi syaratnya daerah yang mengangkat honorer harus membiayai sendiri, tidak membebani pemerintah pusat. Saya kira, itu solusi yang sangat bagus,” usulnya, seperti dikutip dari pernyataan resmi Pemprov Jateng.
Ganjar menambahkan, selama negara belum mampu memberikan pegawai sesuai kebutuhan, harus ada inovasi untuk mengisi kekosongan-kekosongan itu.
“Yang penting kontraknya saja. Sebenarnya ada format Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang bisa ditempuh. Tapi untuk kerja yang sifatnya terbatas, maka tenaga kontrak diperlukan. Untuk menghindari honorer, ya tinggal dikontrakkan saja, jadi ada determinasi waktu untuk mengerjakan itu,” terangnya.
Selain itu, masih banyak inovasi lain yang bisa dilakukan untuk pemenuhan pegawai. Semua dapat dilakukan agar pelayanan publik tidak terganggu.
“Ketika pemerintah belum sanggup memberikan jaminan suplai pegawai, maka tenaga kontrak diperlukan. Tinggal formatnya apa? P3K, harian lepas (harlep) atau konsep honorer? Kalau honorer sekarang tidak boleh, pakai harlep saja,” pungkas Ganjar.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah daerah tidak diperbolehkan mengangkat tenaga honorer lagi. Dalam setahun atau dua tahun ini, persoalan penataan itu akan diselesaikan.
“Sehingga ke depan semua tertata rapi untuk membangun sistem tata kelola pemerintahan yang baik. Mereformasi birokrasi memang harus dimulai dari awal,” ujar Tjahjo.
Terkait nasib tenaga honorer, dia mengatakan, pihaknya sudah membahas hal ini sejak 2018 lalu. Pemerintah berupaya melakukan penyaringan, termasuk mengadakan tes ulang untuk tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi ASN.
“Yang tidak memenuhi standar, pemerintah tetap berupaya menjadikannya P3K. Minimal jangan sampai karena faktor usia mereka tidak bisa menjadi ASN kemudian terlantar. Kami akan perhatikan. Kami sudah bertemu dengan berbagai instansi soal ini. Kemendikbud itu yang terbanyak, karena honorer terbesar memang guru, kedua honorer di pegawai kesehatan,” kata Tjahjo.