Lontar.id – Sejumlah penolakan rapid test Covid-19 terjadi di wilayah Kota Makassar selama beberapa hari terakhir. Terkait hal itu, Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kota Makassar, Naisyah Tun Azikin, mengaku tes rapid massal sudah selesai dilaksanakan pada pekan lalu.
Beragam spanduk dan poster dipajang di depan lorong yang menuju tempat tinggal warga saat penolakan rapid test. Ada yang menulis, “Kami…! tidak butuh rapid test. Jangan korbankan kami berhentilah sandiwara. Dan masih banyak spanduk lainnya yang berisikan seruan serupa yang intinya menolak dilakukan rapid test.
Rapid test massal di Kota Makassar, kata Naisyah, hanya dilakukan pada Jumat dan Sabtu (5-6 Juni 2020). Pelaksanaan rapid test tahap awal dilakukan di lima kecamatan dan tahap kedua di enam kecamatan.
Naisyah juga menjelaskan bahwa setelah diidentifikasi, penolakan rapid test oleh warga, bukan terjadi di lima kecamatan episentrum Covid-19 di Makassar.
“Sebenarnya rapid test massal yang dilakukan pemerintah kota sudah selesai. Karena hal itu hanya berlangsung dua hari saja, pada Jumat dan Sabtu lalu. Kecamatan Bontoala dan Makassar yang melakukan penolakan rapid itu tidak masuk pada lima kecamatan episentrum yang ditetapkan untuk di-tracing,” sebut Naisyah, Senin malam, 8 Juni 2020.
Penetapan episentrum ini berdasarkan jumlah kasus positif yang tertinggi terjadi di wilayah itu. Lima kecamatan itu, Panakkukang, Rappocini, Tamalate, Biringkanayya dan Tallo.
“Tidak semua kelurahan atau RT/RW juga dilakukan rapid. Tetapi hanya pada titik-titik yang ditemukan ada kasus positif hasil konfirmasi laboratorium PCR. Dimana ada kasus positif, berarti di situ ada virus. Kita akan melakukan rapid, menyisir di sekitarnya. Mulai dari serumahnya, kemudian kontak-kontak yang ditemui sehingga kita bisa melakukan deteksi secara dini,” urai Naisyah.
Saat ini klaim Naisyah, pihaknya juga secara rutin memberi informasi berupa edukasi ke masyarakat menggunakan ‘mobil halo-halo’ dua kali setiap hari, pada pukul 09.00 dan pukul 15.00 Wita.
“Puskesmas juga diminta terus berkordinasi ke camat hingga pelibatan RT/ RW memberi pemahaman sehingga masyarakat menyadari pentingnya rapid test. Sementara rapid test sendiri tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat yang belum terjangkit dari orang-orang yang terkonfirmasi positif,” lanjut Naisyah.
Mengenai isu yang menyatakan rapid test yang dilakukan sebagai lahan bisnis, Naisyah dengan tegas membantah. Menurutnya rapid test yang digunakan dari pemerintah provinsi sebanyak 20 ribu, anggarannya bersumber dari sumbangan pihak swasta.
“Tidak ada yang dibeli. Dimana bisnisnya?Tenaga kesehatan kita yang turun melakukan rapid juga tidak ada yang dibayar sama sekali, karena sudah tupoksi mereka sebagai petugas laboratorium yang ada di Puskesmas,” tutup Naisyah.
Hingga Senin, 8 Juni 2020 kasus positif Covid-19 di Kota Makassar merupakan yang tertinggi, jika dibandingkan dengan daerah lain di Sulsel. Dari 2.014 kasus Covid-19 di Sulsel, sebanyak 1.024 kasus itu adanya di Kota Makassar, disusul Kabupaten Luwu Timur sebanyak 259 kasus dan 145 kasus di Kabupaten Gowa.