Lontar.id – Masyarakat yang melakukan isolasi mandiri terkait pencegahan penyebaran Covid-19, harus melapor ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terdekat.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/4/2020).
“Setiap melaksanakan isolasi mandiri harus melaporkan ke Puskesmas terdekat yang nantinya mengawasi kondisi kesehatan masyarakat yang melakukan isolasi mandiri. Petugas Puskesmas sudah tahu apa yang harus dilakukan,” ujar Achmad Yurianto, seperti tertulis dalam rilis.
Menurutnya, isolasi mandiri dapat dilakukan oleh Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang memiliki ciri-ciri demam atau riwayat demam, batuk atau pilek, memiliki riwayat perjalanan ke negara yang memiliki transmisi lokal COVID-19, maupun memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di daerah dengan transmisi lokal di Indonesia dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala. Tujuannya untuk mencegah penularan atau melindungi masyarakat yang sehat.
ODP tersebut wajib mengisolasi diri sekarang sukarela dan tidak meninggalkan rumah selama 14 hari, kecuali ke klinik atau rumah sakit untuk memeriksakan diri.
“Petugas Puskesmas memiliki peran serta dalam pemantauan dan juga melakukan edukasi yang benar secara terus-menerus mengenai COVID-19 ini,” lanjutnya.
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah, dengan syarat individu yang melakukan isolasi mandiri mengenakan masker, kamar tidur yang terpisah jika memungkinkan, menjaga jarak fisik dengan anggota keluarga yang lain, dan menggunakan alat makan tersendiri.
Selama isolasi mandiri, anggota keluarga yang memiliki daya tahan tubuh rendah seperti manula, sedang dalam masa pengobatan penyakit kronis (penyakit diabetes/gula, riwayat tumor/kanker), memiliki penyakit autoimun atau kondisi pernapasan yang tidak prima, perlu diungsikan sementara.
Keberhasilan isolasi mandiri tersebut ditentukan beberapa hal, yakni tidak ada keluhan dari awal isolasi sampai hari terakhir, dan ada keluhan sedikit seperti panas pada awal isolasi namun sembuh setelah isolasi mandiri. Jika ada keluhan seperti sesak, demam hingga hari terakhir maka isolasi tetap harus dilakukan namun harus diawasi petugas kesehatan.
“Pelaksanaan isolasi mandiri itu tentunya tetap diawasi oleh petugas kesehatan dari awal hingga hari terakhir,” tambahnya.
Dia juga menjelaskan, orang yang melakukan isolasi mandiri bukan berarti untuk diasingkan oleh masyarakat. Bahkan masyarakat diharapkan dapat memahami, agar tidak terjadi salah pengertian dan penanganan warga yang sedang melakukan isolasi mandiri sebagai upaya memutus rantai penyebaran covid-19.
“Bukan berarti isolasi sosial atau diasingkan,” tuturnya.
Dalam hal ini isolasi mandiri menjadi kunci penting sebagai upaya pencegahan virus SARS-CoV-2 atau Corona penyebab Covid-19 yang menular kepada orang tidak sakit terutama rentan tertular.
Oleh sebab itu, Pemerintah tak henti selalu menegaskan bahwa orang yang sakit harus dipisah dengan orang yang tidak sakit dengan cara isolasi mandiri atau karantina kesehatan.
Perlu diketahui bahwa beberapa kategori orang yang perlu melakukan isolasi mandiri ialah pertama, setelah melakukan pengambilan atau tes swab dan diketahui positif.
Kemudian kedua orang kategori yang mungkin sakit, yaitu setelah melakukan rapid test atau tes cepat dan diketahui positif maka harus melakukan karantina kesehatan.
Selanjutnya orang yang mengalami keluhan di antaranya tubuh mengalami peningkatan panas, batuk, sakit tenggorokan, sesak napas dan sebagainya maka dianggap sakit dan harus melakukan karantina kesehatan.
Kendati demikian, hal yang menjadi suatu masalah saat ini ialah paling banyak orang tanpa keluhan dan dikhawatirkan mereka sudah terinfeksi serta berpotensi menularkan virus pada orang lain.