Lontar.id – Kisah Mata Hari, seorang pelacur elit yang pernah tinggal di Hindia Belanda telah dibahas berulang kali. Kisahnya menjadi istimewa karena telah mendekonstruksi pemahaman kita yang terkesan menyepelekan para pelacur. Saking melagendanya cerita itu, kisah Mata Hari diangkat dalam beberapa karya sastra. Salah satunya yang ditulis oleh sastrawan Indonesia kelahiran tahun 1945, Remy Sylado.
Dalam novelnya, Remy memang kerapkali menjadikan realitas sejarah sebagai landasan dalam menulis novel, termasuk saat ia menulis kisah Mata Hari. Remy dengan jelas menuliskan waktu dan tempat di mana Mata Hari pernah hidup. Dan salah satunya ia sebutkan jika Mata Hari lama berada di Hindia Belanda.
Karya sastra memang teks fiksi, tapi sastra tidak fiktif. Sastra lahir dari rupa-rupa refleksi kehidupan masa lalu ataupun yang terjadi hari ini. Olehnya, penting melihat teks sastra sebagai bagian dari rekam sejarah. Bahkan perjalanan yang ditasbihkan Remy dalam novelnya masih belum disingkap semua dalam penulisan sejarah dalam buku-buku biografis Mata Hari.
Seperti yang dicatat oleh Remy Sylado, Mata Hari memang ada. Ia hidup di seputar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Melihat Mata Hari berarti membaca ulang berbagai gejolak zaman yang menjadi ciri khas pergantian abad, sampai kemudian Mata Hari terseret menjadi agen ganda bagi Prancis dan Jerman pada Perang Dunia I.
Remy menerangkan, Kemampuan mata Hari menjadi pelacur elit kelas dunia karena sebelumnya ia banyak menimbal ilmu di pulau Jawa. Mata Hari belajar tarian eksotis dan ilmu persetubuhan di nusantara. Kelihaiannya di atas panggung membuat orang berlomba-lomba ingin meminangnya.
Salah satu hal yang tidak banyak dibahas tentang Mata Hari dalam buku-buku sejarah yakni kesadaran literasi yang dimiliki oleh Mata Hari. Ia bukan hanya seorang perempuan pelacur tapi juga penggila buku. Perjalanannya dari satu negara ke batas negara lain karena ia seorang poliglot, menguasai beberapa bahasa.
Jika bukan kepintarannya, Mata Hari tidak mungkin dijadikan agen rahasia untuk Perancis pada tahun 1915.
Perjalanan Hidup Matahari
Margaretha Zelle di Leeuwarden adalah seorang anak perempuan kelahiran Belanda. Ia adalah anak sulung dari empat bersaudara. Ayahnya bernama Adam Zelle dan ibunya bernama Antje van der Meulen.
Ketika dia berusia 19 tahun, tepatnya tahun 1895, ia dinikahi oleh Rudolph Macleod (39 tahun). Rudolph adalah perwira tinggi militer Belanda yang bertugas di Indonesia.
Mereka kemudian tinggal di Indonesia, tepatnya di Semarang. Margarethe senang dengan rumah di Semarang yang nyaman. Tak berapa lama lagi, suaminya harus berpindah tugas ke Malang, di daerah Tumpang. Di situ Margarethe suka bermain ke candi Jago, candi Kidal, candi Singosari. Dia mengagumi tarian Serimpi yang ditarikan di candi-candi tersebut.
Sayangnya kehidupan Margarethe dan suami tidak berakhir bahagia. Ia menikahi seroang laki-laki yang terpaut 20 tahun usianya. Pemabuk, melakukan sekandal dengan beberapa waniita, dan tak jarang melakukan kekerasan rumah tangga.
Alih-alih menerima. Margarethe justru menjalin hubungan spesial dengan beberapa laki-laki. Salah satunya perwira Belanda bernama van Rheedes.
Selama tinggal di Jawa, ia banyak belajar menari. Berikutnya, dia bergabung bersama sanggar tari lokal dan mengikuti drama tari Jawa. Pada 1897, ia mendapat nama panggung dari bahasa Melayu, Mata Hari.
Pada tahun 1903 Margarethe memutuskan tinggal di Eropa. Dengan kemampuannya menari eksotis di atas panggung, ia banyak disukai oleh orang-orang Eropa karena tariannya yang sensual dan sarat unsur ketimuran.
Mulai saat itu, karirnya melambung sekaligus menjadi titik awal ia menjadi pelacur kelas atas. Terutama saat pecahnya Perang Dunia I menambah jam terbangnya sebagai bagian kelas elit Eropa. Ia makin akrab dengan berbagai perwira militer berpangkat tinggi, pejabat pemerintahan dan diplomat dari berbagai negara.
Kedekatan Mata Hari dengan para petinggi setempat juga membawanya kepada tawaran menjadi agen rahasia untuk Perancis. Pada tahun 1915, dia meminta izin mengunjungi kekasihnya, Kapten Vladimir Maslow, seorang pilot asal Rusia yang bekerja untuk Perancis di sebuah rumah sakit di Den Haag. Pejabat Perancis memfasilitasi keberangkatannya dengan imbalan perjanjian untuk memata-matai Jerman.
Pada Februari 1917 seperti dikutip dalam laman tirto.id, pihak berwenang Perancis menangkap Mata Hari karena tuduhan melakukan spionase. Mata Hari dijebloskan di penjara St. Lazare di Paris. Ia dituduh bertanggung jawab atas kematian ribuan tentara karena mengungkap rincian senjata dari pihak sekutu Perancis.
Banyak spekulasi yang bermunculan tentang akhir perjalanan hidup Mata Hari. Ada sumber yang menyebutkan jika Mata Hari dieksekusi mati karena tuduhan spionase. Namun, versi lainnya menyebutkan, Mata Hari hingga kahir hayatnya tidak pernah mengaku sebagai agen ganda.