Jakarta, Lontar.id – Tak berselang lama lagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar debat kandidat capres dan cawapres perdana pada 17 Januari 2019. Dua kontestan yang akan berlaga di forum debat nanti yaitu petahana Jokowi – Ma’ruf Amin. Keduanya akan berlomba meyakinkan masyarakat Indonesia dengan Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno sebagai penantang.
Hanya saja format debat kadidat capres dan cawapres bakal tidak semeriah dulu, alasannya sederhana. KPU membocorkan kisi-kisi pertanyaan ke capres dan cawapres, sehingga debat pilpres tidak seseru dan menegangkan. Dimana paslon mengetahui topik atau isu apa saja yang akan diperdebatkan kemudian saling menguji visi misi melalui pertanyaan-pertanyaan yang menohok.
Sebenarnya debat kandidat capres dan cawapres untuk menguji seberapa jauh, kandidat menguasai topik sekaligus merumuskan solusi cerdas terhadap permasalahan rakyat Indonesia. Dari jawaban kandidat, publik dapat menilai mana yang pantas atau tidak pantas memegang kendali tampuk kekuasaan selama 5 tahun kedepannya. Karena rakyat menunggu sosok pemimpin yang memiliki program pro rakyat dan kehidupan perekonomian yang tetap stabil.
Jika pertanyaan materi debat telah dibocorkan, lalu apa yang tersisa untuk dijawab, toh semua jenis pertanyaan telah dihafal mati dan jawabanya sudah dipersiapkan oleh tim sukses masing-masing paslon. Ini ibaratnya, paslon hanya tampil di panggung debat dan menjawab sesuai dengan skema tim sukses. Jika demikian, mengapa bukan tim suksesnya sebagai peserta dan paslon cukup duduk diam menonton atraksi mereka?
Pada debat perdana nanti, isu yang diangkat cukup krusial karena menyangkut topik hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi, dan terorisme.
Publik masih merasa persoalan hukum di Indonesia, tajam ke bawah tumpul ke atas. Artinya, hukum hanya sebagai jubah kelompok penguasa sedangkan rakyat kecil dihukum seberat-beratnya. Demikian dengan permasalahan Hak Asasi Manusia, kasus pelanggaran HAM hingga hari ini belum menemui titik terangnya, kejahatan masa lalu hanya dijadikan sebagai slogan politik pada momentum pilpres, namun pada kenyataannya belum terselesaikan dengan tuntas. Kasus masa lalu harusnya menjadi perhatian serius bagi penegakan hukum, agar kedepannya tidak adalagi perdebataan-perdebatan yang tidak perlu.
Pun-demikian dengan penanganan kasus korupsi, kandidat harus berani menindak tegas tanpa memandang bulu, apakah dia pejabat atau kader partai yang punya afiliasi politik dengan parpol, tentu harus ditindak tanpa tendeng aling-aling. Begitupun dengan isu terorisme yang mengancam kehidupan warga, bayang-bayang aksi teror kerap terjadi dan merenggut nyawa banyak orang.
Melalui debat kandidat, publik dapat mendengarkan melalui siaran langsung televisi swasta, seberapa besar komitmen dan keberpihakan mereka terhadap isu-isu yang sangat krusial tersebut. Pemilu kita menghabiskan banyak anggaran negara untuk dialokasikan, sehingga pemimpin yang terpilih nanti punya visi besar membangun Indonesia.
Saya salah seorang yang merasa kecewa dengan format debat Pilpres 2019 kali ini, karena apa yang akan kita nonton nanti, ibarat sebuah panggung sandiwara, meskipun mekanismenya dilalui seperti debat lalu. Tak ada yang menarik dan menenggangkan sehingga menjadi satu prototype dari pendidikan politik. Seorang anak sekolah dasar saja, jika mengikuti kegiatan debat lalu diberikan pertanyaan, sudah pasti akan menjawab semua pertanyaan dengan benar. Lalu apa yang membedakan debat anak sekolah dasar dengan debat Pilpres?
Penulis: Ruslan