Para pencinta kucing seperti Raditya Dika, ini mungkin bisa jadi peringatan. Kalau memang hewan berbulu itu benar-benar kalian sayangi, maka sesungguhnya si meong kini dalam posisi terancam. Terjangkit virus rabies salah satunya.
Lontar.id – Alangkah senang bisa punya kucing peliharaan. Tingkahnya yang lucu dan suka bermanja-manja bikin si tuan makin gemas. Tak segan sang tuan suka pamer “kemesraan” dengan si kucing. Mengelus bulunya yang bersih dan harum. Pun kemolekannya ditampilkan di dinding media sosial.
Kalau yang dipikir yang indah-indahnya saja, itu belum bisa dijadikan pijakan kita benar-benar cinta atau peduli kepada si kucing. Kepada yang mengaku penyayang kucing, ketahuilah hewan berkaki empat itu berada dalam pusara bahaya. Terutama bagi kucing liar yang hidup mandiri di jalan.
15 Januari 2019, Kumparan melalui akun instagramnya me-unggah sebuah postingan grafis tentang ribuan kucing yang akan dirazia oleh pemerintah DKI Jakarta karena menerima banyak laporan dari warga mengenai membludaknya kucing. Karena penampilannya yang urakan, tidak terawat bahkan bau, oleh manusia lainnya itu menjadi sesuatu yang tak sedap dipandang. Merusak pemandangan dan dinilai sebagai ancaman.
Makanya cerita kucing liar tak seindah kucing peliharaan. Si meong tak bertuan itu kerap dapat dari perlakuan buruj manusia dan ditindas oleh binatang lain. Banyak juga jadi korban tabrak lari. Kucing liar dengan segala bekas lukanya atau yang selamat dari kematian namun cacat, sangat berpotensi menebar virus rabies. Ya, bukan hanya anjing, kucing juga bisa terjangkit rabies.
Rabies dalam bahasa Yunani disebut Lyssa atau Lytaa yang artinya kegilaan. Loh jadi maksudnya kucing rabies itu kucing gila? Kucing gila itu seperti apa? Apa kucing gila itu bisa membahayakan?
Menjawabnya, umumnya memang sebagian besar dari kita tahunya rabies itu adalah penyakit anjing gila. Kita berada pada pemikiran bahwa hanya anjing yang bisa terserang rabies, lalu menularkannya pada manusia melalui gigitan dan air liur. Padahal semua hewan berdarah panas berpotensi terkena rabies. Hewan berdarah panas itu termasuk kucing, kera, kelelawar, rakun dan musang.
“Kucing hewan berdarah panas, dia bisa menjaga suhu tubuhnya tetap konstan, meskipun cuaca sedang dingin atau panas,” kata Dokter Hewan, Dian Fatmawati, saat ditemui wartawan Lontar.id di Klinik Hewan Pendidikan Unhas Makasar, Senin, (21/1/2018).
Dalam istilah medis, rabies disebut sebagai zoonosis, artinya penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Fatalnya penyakit ini bisa sampai menyebabkan kematian pada penderitanya jika sudah terlanjur terinfeksi virusnya. Meski begitu, saya masih sering mendengar penyakit ini dijadikan bahan bercandaan. Mungkin sebagian orang merasa lucu ketika bisa mengolok-olok teman rabies saat ingin minum di botol yang sama.
Namun jika kita bisa bertemu langsung dengan mereka yang terjangkit rabies, saya berani bertaruh bahwa segala kelucuan itu akan berganti menjadi hal yang mengerikan. Faktanya, menurut World Health Organization (WHO), sekitar 55.000 orang per tahun mati karena rabies, 95 persen dari jumlah itu berasal dari Asia dan Afrika (WHO, 2008).
Sebagian besar dari korban sekitar 30-60 persen adalah anak-anak usia kecil di bawah 15 tahun (WHO 2008), dan 40 persen terjadi pada anak di atas 15 tahun. Sedangkan di Vietnam rata-rata sembilan ribu kasus kematian pertahun akibat rabies, India 20 ribu kasus pertahun, Filipina 200-300 kasus pertahun, dan di Indonesia rata-rata ada 131 kasus pertahun.
Rabies bisa menjadikan penderitanya bertingkah seperti zombie. Agresif menyerang dan menggigiti apa saja. Hewan yang terkena rabies akan terlihat gelisah atau takut, menjadi lebih agresif dan suka menyerang orang. Hati-hati jika di jalan kamu tiba-tiba dikejar oleh anjing atau kucing dengan air liur yang menetes banyak serta ekor yang dilengkungkan ke bawah perut, sebab itu adalah gejala hewan rabies.
Selain menjadi agresif, penderita rabies juga ada yang tenang. Gejala khas yang ditunjukkan adalah menjadi lemah, tidak nafsu makan, menyendiri, serta takut pada cahaya dan air.
Cegah dengan Vaksin
Sayangnya, rabies untuk sementara ini menjadi penyakit yang sangat kecil kemungkinannya untuk diobati ketika sudah terinfeksi virusnya dalam jangka waktu lama. Apalagi bagi manusia, gejala akibat digigit anjing atau kucing rabies biasanya tidak langsung nampak. Butuh beberapa hari, bahkan bisa berminggu-minggu hingga gejala itu muncul.
Ini berkaitan dengan area gigitan yang diterima oleh manusia. Jika manusia digigit di atas area bahu, seperti wajah, leher, hingga kepala, maka kemungkinan gejala muncul akan lebih cepat. Maka sebisa mungkin jika suatu hari nanti, kamu sedang berada pada kondisi yang tidak menguntungkan bertemu hewan rabies dan digigit, usahakan melindungi bagian kepala dengan tangan.
“Luka dengan resiko rendah biasanya meliputi jilatan pada kulit yang luka, serta luka kecil disekitar tangan, badan, atau kaki. Jika ditangani dengan tepat dan cepat, mungkin masih bisa mengurangi risiko kematian akibat rabies itu,” ungkap Dian.
Mencegah memang selalu lebih baik daripada mengobati. Rabies pada hewan ini bisa dihentikan dengan Vaksin Anti Rabies (VAR). Vaksinasi ini idealnya dilakukan setiap sekali setahun. Beruntung bagi anjing dan kucing yang memiliki manusia sebagai “mamanya”, sebab mereka yang betul-betul mencintai hewan ini tidak main-main dalam hal kesehatan hewan kesayangannya.
Pencinta Kucing, Bersatulah!
Kadar kecintaan komunitas penyayang kucing, benar-benar diuji. Kalau memang suka dan perhatian dengan si Meong, maka berilah juga porsi kasih sayang kepada si kucing jalan. Buatlah semisal gerakan yang membuat para kucing liar mendapat secercah harapan akan keamanan ekosistemnya. Menjaga habitatnya tetap aman dari kejamnya kehidupan di ibu kota. Bukankah dengan begitu, mereka setidaknya tak dianggap ancaman. Atau meminimalisir ancaman rabies.
Penulis: Miftah Aulia