Cerita yang melegenda akan selalu dikenang. Dari kisahnya, ada inspirasi yang mengilhami untuk mengamalkan perilaku bijaknya yang diperbuat. Seperti Robin Hood. Atau cerita I Tolok Daeng Magassing di tanah Sulawesi.
Lontar.id – Robin Hood merupakan cerita yang lahir dari daratan Inggris. Dia pemanah ulung yang punya ketepatan yang luar biasa. Bidikan nyaris tak meleset. Bahkan dari posisi manapun.
Namun bukan itu saja yang menarik perhatian. Robin di mata rakyat jelata adalah seorang pahlawan. Dialah “dewa” yang senantiasa hadir membela kaum tertindas. Cerita dari dataran Inggris itu benar-benar masyhur. Mungkin yang mendengar kisahnya ingin menjadi sepertinya.
Robin adalah simbol antitesis dari sikap manusia kebanyakan. Dituturkan dalam beberapa versi dia dikenal pria kaya raya dan punya kedudukan tinggi di masyarakat. Robin seorang bangsawan. Dengan gemilang harta dan kekuasaan yang diwariskan, Robin bisa menghabiskan sisa hidup dengan bersenang-senang. Tak perlu menyia-nyiakan waktu untuk memikirkan rakyat. Karena semua nikmat sudah tersaji di depan mata.
Namun dia berontak. Kata hatinya bertentangan dengan perilaku para bangsawan kebanyakan. Dia memilih untuk mengasingkan diri. Jauh dari hiruk pikuk pesta, dan lebih suka mendengar duka kaum termarginalkan.
Berbicara keadilan, Robin menerjemahkannya melalui keputusan dan dibenarkan oleh sikapnya. Dia memilih untuk menjarah harta milik bangsawan dan membagikan kepada kaum papa. Sikap Robin disambut suka cita disisi lain dia dianggap berbahaya di kalangan elite.
Namun itulah Robin pahlawan dari Inggris. Yang menemukan kemerdekaan sejati dari sikapnya membantu rakyat miskin. Kisah Robin Hood telah banyak diadopsi dalam beberapa film. Dia memang menjadi tokoh sentral yang ceritanya tak akan pernah mati.
Kisahnya pun terakhir diangkat ke layar bioskop pada tahun lalu. Sang sutradara, Otto Bathurst tahu betul bagaimana mengemas kembali tokoh legendaris itu ke layar kaca. Penonton pun menerima film ini dengan tangan terbuka. Menarik.
Dari Robin kita belajar arti kepahlawanan. Kendati itu terlihat ambigu. Sebab, dilain sisi sikapnya dianggap keterlaluan oleh para bangsawan. Di mata hukum juga sulit untuk dibenarkan. Karena dia dianggap pencuri. Tetapi sudahlah.
Bagi Robin ini persoalan sudut pandang. Bagaimana menempatkan keadilan itu pada takaran yang sesuai. Karena bagaimana pun hukum memang lebih sering tak berpihak kepada rakyat jelata. Selalu tumpul ke atas.
Baca Juga: Fakta Tersembunyi di Bumi dari Cerita Baluqiya, Nabi Khidir, dan Admiral Byrd (bagian-1)
Indonesia Butuh Robin?
Cukup sudah perdebatan dan pertengkaran di media sosial. Jenuh sudah pengelihatan dan pendengaran menyaksikan tingkah penguasa yang keterlaluan. Terlalu banyak wacana. Saling menyalahkan dan tak ada solusi.
Mungkin kita butuh Robin. Kita butuh pahlawan yang memiliki pemikiran bagai panah yang melesat tepat sasaran. Robin yang berintegritas dan punya reputasi yang baik di mata rakyat. Robin yang dibenci penguasa namun dipuja oleh rakyat jelata.
Robin yang menerobos hukum-hukum yang kaku dan melawan dengan sikapnya yang tegas tanpa banyak kata-kata. Dalam mitologi jawa dia adalah Ratu Adil atau Kesatria Piningit.
Atau mungkin, setidaknya Robin Hood bisa jadi simbol dari cara kita bersikap. Entah itu mengubah cara pandang dalam menyikapi sebuah peristiwa. Atau turut andil dalam menambah wawasan dalam berpolitik. Karena Robin mengajarkan kita untuk bijak. Tak kaku dalam bertindak, tepat dalam mengambil keputusan. Ini demi menciptakan kemaslahatan karena ego di dalam diri telah luruh berganti dengan rasa persaudaraan dan kebersamaan tinggi.
Baca Juga: Kisah Samson, Nabi yang Didustakan Umatnya
Tidak Pernah Mati
Kisah Robin Hood tidak akan pernah mati. Ya, selama penindasan itu ada kisah ini akan kembali dikenang. Dia menjadi inspirasi kala negeri atau suatu bangsa sedang krisis tokoh. Atau sikap kita begitu geram dan kesumat dengan tingkah penguasa saat ini.
Kisah Robin tidak akan pernah mati. Karena penindasan itu akan terus lahir. Dia akan berjibaku dengan wakil tuhan yang membawa kebajikan. Penindasan itu hanya berganti jubah. Tiap masa dan setiap ruang dan waktu.
Kisah Robin tidak akan pernah mati. Dia akan terus hidup. Menjadi “monumen” akan bengisnya pengusa lalim sekaligus menjadi simbol perlawanan.
Di Sulsel Ada I Tolok Daeng Magassing
Selalu ada secercah harapan. Tuhan tidak akan membiarkan kekejian itu bebas berkecamuk. Di mana ada sikap kesewenang-wenangan, akan ada sosok yang melakukan perlawanan. Seperti cerita Robin, di tanah Sulawesi dikenal juga sosok I Tolok Daeng Magassing.
Dia lahir di daerah Limbung Kabupaten Gowa. Hidup di zaman saat Indonesia belum terbentuk. Perlawanannya hanya dilakukan dengan melibatkan beberapa orang, mereka mencuri dan menjarah harta milik Belanda dan kelompok yang bekerjasama dengannya. Kemudian harta tersebut dibagikan kepada kaum papa.
Gerakan I Tolok Daeng Magassing kemudian menjadi sebuah perlawanan yang melibatkan ratusan orang yang bergabung di dalam kelompoknya. Mereka bergerak secara acak tanpa dideteksi oleh Belanda. Namun pada akhirnya I Tolok Daeng Magassing harus menerima pil pahit, dia dikhianati lalu dibunuh.
Kisah Robin Hood dan I Tolok Daeng Magassing punya kesamaan cerita. Sosoknya hanya tinggal cerita namun semangatnya mampu diwariskan secara turun temurun.
Penulis: Ruslan