Ulama di Sulawesi Selatan ini, dalam sejarahnya, punya ilmu yang dalam soal agama Islam. Tak pelak, penguasa mendekat padanya dan minta didoakan. Ia punya karamah. Doanya mustajab.
Jakarta, Lontar.id – Sewaktu kecil, kakek saya senang bercerita perihal agama dan Sulawesi Selatan. Katanya, di Sulsel ada ulama kharismatik, namanya Ambo Dalle. KH Abdurrahman Ambo Dalle, nama lengkapnya.
Perlu diketahui, Anregurutta Ambo Dalle adalah sosok pendidik yang sangat berhasil melalui lembaga pendidikan Pesantren Darud Dakwah wal Irsyad (DDI). Di Barru ia mengelola pesantren, namanya DDI Mangkoso.
Kakek saya senang membesar-besarkan namanya dan bagaimana karamahnya, juga caranya mendekatkan diri pada Allah.
Kakek saya dulu pernah bekerja di Bukaka Agro, salah satu unit usaha yang didirikan Jusuf Kalla. Bukaka Agro itu mengembangkan bisnis peternakan dan perikanan.
Kakek saya lalu menceritakan bagaimana kedatangan Jusuf Kalla pada Anregurutta untuk meminta Ambo Dalle mendoakan diri dan usahanya. Begitupun Aksa Mahmud.
“Pada saat peresmian tambak Bukaka Agro, ada keganjilan di sana. Alhasil, Pak JK meminta didoakan agar usahanya lancar dan tambaknya diberkahi. Tak lama, apa yang diharapkan Pak JK terjadi,” ujar Kakek saya, beberapa tahun yang lalu.
Cuma itu cerita yang saya masih ingat. Masih ada cerita lain, namun saya lupa-lupa ingat. Takut tidak bisa saya pertanggungjawabkan kisahnya.
Saya percaya Ambo Dalle adalah perantara untuk menghubungkan doa-doa pada Pencipta Langit dan Bumi. Kelasnya sudah jauh di atas manusia biasa.
Riwayat Singkat
Bersumber dari jurnal yang berjudul Telaah atas Kitab “al-Qawl al-shadiq li Ma’rifat al-Khaliq, yang ditulis Mursalim dan diterbitkan oleh IAIN Samarinda, Anregurutta (sebutan ulama di Sulsel) Ambo Dalle lahir pada Selasa 1900 di UjungE, Kecamatan Tana Sitolo Kabupaten Wajo, dan wafat pada tanggal 29 November 1996.
Dia merupakan putra tunggal dari pasangan Puang Ngati Daeng Patobo dari Puang Cendra Dewa. Dilahirkan sekitar lima tahun sebelum kolonial Belanda mengubah sejarah Sulawesi Selatan yang berkuasa, atas seluruh kerajaan di Sulsel. Beliau merupakan keturunan bangsawan tanah Bugis.
Ambo Dalle itu bahasa Bugis. Artinya, Bapak Rezeki. Dari nama ini, tersirat makna doa dan harapan yaitu agar kedua orang tua dan anaknya senantiasa murah rezeki dan kebaikan.
Dari kecil, Anregurutta ini sudah pandai mengaji. Ia diajar langsung oleh Kakeknya, yang bernama La Caco Imam UjungE.
Masih dari jurnal, Anregurutta disebut beberapa kali menikah. Istri pertamanya bernama Andi Tenri, kemudian ia bercerai. Kedua, namanya Puang Sohrah, lalu bercerai lagi, ketiga namanya Andi Selo, dan kandas.
Dari ketiganya, Ambo Dalle tidak memiliki anak. Menurut sebuah informasi dari salah seorang istrinya, ada cerita menarik soal mengapa Ambo Dalle tak punya keturunan.
“Bagaimana bisa mendapatkan anak, di tempat tidur Anregurutta tidak pernah melepaskan kitab bacaannya dan membelakangi saya,” ujar salah seorang istrinya. [Muhammad Yusuf Khalid, Biografi Kyai H. Abdurrahman Ambo Dalle, h. 11]
Pada pernikahan keempat kalinya, Anregurutta menikahi seorang wanita yang bernama Siti Marhawa dan dari isteri keempatnya inilah pasangan ini dikaruniai tiga anak.
Anak pertama adalah Muhammad Ali Rusydi (dikenal dengan Rusydi Ambo Dalle), yang telah menyelesaikan studi doktoralnya di Jerman dan aktif dalam dunia politik lewat PDI-P (entah sekarang masih berpartai atau tidak).
Anak yang kedua adalah Abdul Halim Mubarak yang juga pernah mengecap pendidikan di Mesir. Sedang anak ketiga adalah Muhammad Rasyid Ridha. Anak terakhir menjadi pengusaha.
Sepak Terjang Anregurutta dan Ajarannya
Ambo Dalle tidak cuma jago mengaji. Anregutta malah ingin terus mereguk nikmatnya ilmu agama. Maka, pada usia menjelang 28 tahun, Anregurutta berguru kepada Syekh Muhammad As’ad bin Abdu Rasyid al-Bugis, kalau di Bugis ia dipanggil Puang Aji Sade.
Puang Aji Sade ini, adalah salah seorang ulama besar dari Timur Tengah (Mekah). Ia kembali ke tanah kelahirannya di Sengkang-Wajo, lalu mengampu Anregurutta Ambo Dalle.
Usai berguru dan terus menimba ilmu, Anregurutta lalu menulis beberapa kitab yang membahas masalah keislaman mulai dari fikih, akhlak-tasawuf, tauhid, dan bahkan kaidah-kaidah bahasa Arab/ilmu nahwu.
Selain itu, ada perbedaan mencolok dari Puang Aji Sade dan Anregurutta Ambo Dalle. Gurutta Sade melarang orang berkhotbah Jumat dengan bahasa Bugis tetapi harus bahasa Arab.
Lain halnya Anregurutta. Ia tetap membolehkannya dengan alasan pertimbangan khotbah Jumat sebagai sarana untuk menyampaikan pesan Islam kepada jemaah, maka selayaknya bahasa yang digunakan dalam khotbah adalah sesuai dengan bahasa jemaah.
Soal tasawuf, cara mendalaminya ada dua cara menurut Anregurutta Ambo Dalle. Pertama, ibadah lahir. Ibadah ini maksudnya, ibadah yang diwajibkan secara individu oleh Allah SWT. Misalnya, salat dan ibadah-ibadah lainnya.
Jadi seorang hamba baru bisa dikatakan beribadah bilamana orang itu sendiri yang melaksanakannya, bukan orang lain.
Ibadah batin. Ibadah ini adalah suatu ibadah yang diperankan oleh hati. Menurut Anregurutta, ada dua bagian dalam ibadah batin. Pertama, ibadah batin yang langsung kepada Allah, misalnya takwa kepada Allah. Jadi saat mengingat Allah, berarti Allah selalu bersamanya. Seperti tertera dalam hadist qudsi.
Aku bersamamu dimana ketika kamu mengingatku
Kedua, ibadah batin yang langsung kepada Allah dengan melalui perantara dengan ciptaan-Nya. Dalam kitabnya, al-Qawl al-Shadiq, diterangkan kalau meskipun hati atau akal dapat memikirkan ciptaan Allah, tetapi belum tentu bisa mencapai pengetahuan tentang hakekat Allah. Ia menulis hal itu didasari hadist yang berbunyi.
Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, tetapi jangan kamu berpikir tentang hakekat Penciptamu (Allah), karena sesungguhnya Allah tidak bisa dijangkau oleh akal pikiran manusia.
Lebih dari itu, masih banyak pelajaran-pelajaran lain soal cara membersihkan hati yang ditulisnya.
Dalam hidupnya, Anregurutta Ambo Dalle juga kerap mengkritik ajaran-ajaran agama yang dianggapnya menyimpang. Salah satunya penyatuan diri bersama Allah.
Di dalam kitabnya ál-Qawl al-Shadiq, ia sangat menentang paham ajaran tasawuf atau tarekat yang ingin menyatukan antara dirinya dengan Allah.
Ia menolak pikiran yang menyebut, Kesatuan Allah dengan diri seseorang. Ia meluruskan pahamnya, bahwa bukan berarti bahwa dirinya sebagai Tuhan, tetapi karena dengan mengingat kepada Allah itulah, dia bersatu. Pada saat itu, ingatan itu bukan dari dia, tetapi dari Allah.
Jadi menurut Anregurutta bahwa sangatlah jelas akan selalu ada pemisahan antara si penerima nikmat (hamba) dengan si pemberi nikmat ( Allah swt.).
Jelas bahwa tidak bisa diklaim oleh seorang pencari kebenaran (Tuhan) menganggap dirinya sudah menyatu dengan Tuhannya dan dirinyalah Allah. Hal itu sama sekali suatu paham yang sangat keliru.