Lontar.id – Debat capres tahap kedua mulai ramai diperbincangkan di linimasa media sosial (medsos). Sejumlah postingan dukungan ke salah satu kandidat terus bermunculan sebelum hingga setelah debat. Mereka ingin menunjukkan jika jagoannya yang bakal unggul dan memborbardir dengan pertanyaan menohok kaitan dengan topik debat.
Tapi tak sedikit di antara postingan yang menampilkan kegagalan petahana Jokowi selama satu periode terakhir ini, demikian dengan pendukung Jokowi menyebar infografis tentang keberhasilan dan capaian selama ini. Memang ini bukan hal yang baru “perang” antara cebong vs kampret di medsos, tapi sudah berlangsung lama dan makin tajam. Jika hendak menelusuri search engginer di Google dan memasukan keyword cebong dan kampret. Maka anda akan menemukan sejumlah konten yang menyudutkan satu sama lain.
Baca Juga: Sanksi Massa Jika Sebut Angka 1, 2, dan Presiden Baru
Lalu sebagai pemilih yang belum menentukan pilihannya, siapa kandidat yang akan dipilih, tentu akan mengurat dahi lantaran tak ada debat yang konstruktif. Padahal mereka ingin melihat capres yang maju saat ini, menunjukkan program, solusi atas permasalahan bangsa seperti kemiskinan, ekonomi, buruh, hukum dan bidang lainnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memilih melangsungkan acara debat capres tahap kedua, di Hotel The Sultan, kawasan Senayan Jakarta Pusat. Sedangkan topik yang akan dibahas yaitu masalah energi, lingkungan hidup, infrastruktur, pangan, dan sumber daya alam. Berbeda dengan debat tahap pertama di Hotel Bidakara, di mana capres hadir dengan pasangannya, sedangkan di debat kedua ini, hanya Jokowi dan Prabowo saja.
Saya salah seorang yang merasa kecewa dengan debat pilpres tahap pertama lalu, demikian pun yang lainnya. Selain kedua paslon diberikan bocoran soal pertanyaan dari panelis, jalannya debat tidak seseru ekspektasi publik yang ingin menyaksikan jagoannya menjawab tuntas persoalan, misalnya tentang keseriusan kandidat menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berkepanjangan dan belum menujukkan titik terangnya. Demikian dengan masalah korupsi yang kian menjamur dan melibatkan pejabat negara.
Apakah debat tahap pertama akan sama dengan yang lalu? Jika benar, maka sekali lagi saya terpaksa harus katakan saya sangat kecewa. Tapi saya tak perlu pesimis, karena debat kedua belum berlangsung.
Baca Juga: Menjadi Rakyat yang Kritis
Jika melihat topik debat capres, maka saya memprediksikan akan berlangsung sengit. Jokowi sebagai petahana akan sibuk menyampaikan sejumlah capaian kinerjanya selama ini bersama dengan Jusuf Kalla, dan sesekali akan menyerang dengan apa yang bisa dilampaui oleh Prabowo dari janji kerjanya yang masih akan.
Sementara Prabowo sebagai kubu penantang sudah barang tentu akan kritik habis-habisan. Infrastruktur yang digaung-gaungkan Jokowi seperti pembangunan jalan tol, akan dikait-kaitkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu hanya melanjutkan saja yang sudah ada.
Bahkan Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Dian Fatma pernah menuding jalan tol yang dibangun Jokowi adalah pembunuh bayaran. Dia melihat, kerap kali pengguna jalan tol menewaskan banyak korban kecelakaan, karena dianggap kualitasnya masih buruk dan rusak.
Benarkah demikian, bukankah dengan adanya jal tol akan memudahkan moda trasportasi dan memangkas waktu perjalanan? Saya kira yang dikatakan Dian Fatma hanya untuk melihat reaksi kubu Jokowi sekaligus jadi bahan pada debat nanti.
Belum lagi soal pengambalihan Freeport yang memunculkan perdebatan sengit, meskipun Jokowi mampu menguasai saham PT. Freeport sebesar 51 persen yang dikelolah oleh PT Freeport Indonesia (PTFI). Tetapi usaha pengambialihan dominasi saham tersebut, pemerintah harus mengeluarkan uang dengan skala besar, yaitu Rp. 56,1 triliun (US$ 3,85miliar). Padahal masa berakhir kontrak karya dengan Freeport- McMoran Copper & Gold Inc akan berakhir pada tahun 2021 mendatang.
Apapun isi perdebatan itu, saya pikir kita sama-sama akan setuju bahwa pengelolaan tambang emas terbesar di dunia itu diambil alih negara, melalui nasionalisasi aset-aset bangsa yang dikelolah oleh asing selama ini. Karena selama ini, sumber daya alam yang terkandung di bumi Papua dikeruk habis-habisan dan hasilnya dinikmati oleh asing. Padahal, kekayaan tersebut adalah milik kita untuk kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: ‘Etok-etok’ dan Janji yang Nihil Realisasi
Terlebih lagi warga Papua, mereka adalah orang yang paling pantas menikmati hasilnya. Dengan sumber kekayaan emas di Freeport saja, mereka akan mampu keluar dari garis kemiskinan. Namun pada kenyataannya, kemiskinan di Papua semakin menjadi-jadi dan momok yang menakutkan. Ini juga menjadi satu dari sekian alasan, mengapa warga Papua ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Indonesia (NKRI).
Penulis: Ruslan