Jakarta, Lontar.id – Boleh saja Indonesia bangga punya perusahaan rintisan atau startup berstatus unicorn dengan valuasi senilai USD 1 miliar atau sekitar Rp14 Triliun jika berdasarkan kurs Rp14000. Karya anak-anak bangsa ini telah masuk dalam deretan perusahaan berkembang dengan jumlah transaksi besar setiap hari.
Berkembangnya perusahaan starup juga turut mengembangkan ekonomi dan banyak usaha kecil menegah (UKM) yang terus tumbuh subur lantaran bekerjasama dengan perusahaan tersebut.
Perusahaan berstatus unicorn menjadi viral di media sosial ketika dalam sesi debat calon presiden tahap kedua, petahana Jokowi menanyakan hal itu kepada Prabowo. Jokowi mau menguji seberapa besar keberpihakan Prabowo dalam menangani tumbuh kembangnya perusahaan startup yang kian bertambah.
Tentu keresahan Jokowi terkait perhatiannya yang besar dengan perusahaan rintisan baru, karena perkembangan teknologi semakin cepat, memungkinkan generasi bangsa terus membangun perusahaan sendiri. Meski jawaban Prabowo tidak secara eksplisit, apa yang bakal dia lakukan bersama Sandiaga Uno ketika terpilih sebagai presiden. Namun yang pasti, pasangan Prabowo-Sandi bakal memperbaiki dari segi regulasi.
Saya tak tertarik membahas, apa yang bakal dilakukan oleh dua capres kita saat terpilih nanti. Tetapi yang luput dari perhatian kita, apakah 4 perusahaan unicorn yang disebut Jokowi sebagai milik anak bangsa, benar-benar dikuasai sendiri dan tidak ada campur tangan asing di belakangnya.
Jika 4 unicorn karya anak bangsa justru dikuasai oleh perusahaan asing, lalu untuk apa dibanggakan? Bukankah membanggakan 4 unicorn yang dikuasai perusahaan besar dari luar negeri bersifat utopia semata.
Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber, sejumlah bukti bahwa 4 starup berstatus unicorn kepemilikan sahamnya ternyata mayoritas dikuasai oleh perusahan besar di luar negeri.
Berikut 4 perusahaan berstatus unicorn yang ada di Indonesia:
- GoJek
Hampir pada setiap jalur di ibu kota Jakarta, kita akan menemukan driver Gojek ada di mana-mana. Dari tampak jauh saja sudah kelihatan sejumlah driver online mengantar jemput penumpang, hingga membawa barang kiriman. Seragamnya didominasi warna Hijau dan Hitam.
Perusahaan GoJek sendiri, didirikan oleh Nadiem Makarim pada tahun 2010 lalu. Ide utama digagas Gojek untuk memudahkan dan memangkas efisiensi waktu warga di Jakarta. Gojek berhasil menangkap peluang kebutuhan warga dengan menghadirkan ojek online, penumpang hanya cukup menggunakan aplikasi yang tersedia di Google Play.
Tak butuh waktu lama bagi perusahaan startup milik Nadiem Makarin, membuka cabang disejumlah daerah hingga mengembangkan jaringannya ke wilayah Asia Tenggara. Negara-negara tersebut antara lain Singapura, Thailand dan Vietnam.
Meski perusahaan startup GoJek milik Nadiem Makarim terus berkembang, tetapi kepemilikan sahamnya sebagian besar sudah dikuasai asing. Sejumlah deretan perusahaan asing yang telah menanamkan investasinya di GoJek adalah perusahaan cangkang dari luar negeri.
Gojek mendapatkan suntilkan dana segar sebesar US$ 550 juta atau setara dengan Rp7,2 triliun dari perusahaan KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital, Capital Group Private Markets. Kemudian berlanjut pada awal tahun 2017 melalui perusahaan raksasa asal China seperti Tencent sebesar US$ 150 juta atau Rp2 triliun dan JD.com menggelontorkan anggaran US$ 100 juta atau Rp1,3 triliun.
Perusahaan raksasa asal Amerika Serikat seperti Alphabet, yang merupakan perusahaan induk Google tak ingin ketinggalan menanamkan investasinya.
Dana segar yang digelontorkan Alphabet sebesar US$ 1,2 miliar, setara dengan Rp16 triliun. Google juga menggandeng perusahaan lain seperti Temasek Holding, perusahaan online asal Tiongkok Meituan-Dianping sebanyak US$ 1,2 miliar atau Rp16 triliun
PT Astra International Tbk menyuntik dana sebesar US$ 150 juta atau setara Rp 2 Triliun dan Group Djarum menyuntik dana US$ 100-120 juta sekitar Rp1,5 Triliun. Selain itu ada juga perusahaan New World Strategic Invesment perusahaan asal China, Hera Capital dan sejumlah perusahaan lainnya.
2. Traveloka
Perusahaan penyedia jasa layanan pemesanan tiket dan hotel online Traveloka. Didirikan oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma dan Albert Zhang pada tahun 2012. Pada awalnya Traveloka merupakan sebuah situs website untuk membandingkan harga tiket antar pesawat, kemudian berubah menjadi situs reservasi tiket pesawat dan hotel.
Startup travel asal Indonesia ini mendapatkan suntikan dana segar dari perusahaan Amerika Serika (AS) Expedia mencapai US$ 350 juta setara dengan Rp4,6 triliun, lalu dari perusahaan Eggandeng East Venture, lobal Founder Capital, JD.cm Inc, Sequoia Capital, East Ventures, dan Hillhouse Capital dan GFC.
3.Tokopedia
Perusahaan marketplace asal Indonesia PT Tokopedia didirikan oleh Wiliam Tanuwijaya pada tahun 2009. Adalah PT Indonusa Dwitama pertamakali menggelontorkan anggaran ke Tokopedia, kemudian Ventur Global East Ventur, Cyber Agent Ventures, Netprice, SoftBank Ventures Korea dan Alibaba Group, SB Group, SCI Investment, Sequoia Capital India.
4. BukaLapak
BukaLapak adalah salah satu situs jual beli online yang didirikan oleh Achamd Zaky, Nugroho Herucahyono dan Fajrin Rasyid pada tahun 2010. PT BukaLapak milik anak bangsa satu ini pun tak luput dari kepemilikan saham dari perusahaan asing, meskipun masih diklaim sebagian besar sahamnya dikuasai perusahaan dalam negeri seperti PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTEK).
Selain itu ada juga perusahaan asing di belakangnya seperti Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund, Ant Financial, Government of Singapore Investment Corporation (GIC).
Penulis: Ruslan