“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri” (An-Nisa: 79).
Alam selalu saja menyimpan misteri. Keindahan maupun murkanya selalu menyimpan tanya. Hingga kini, bahkan di tengah kemajuan sains dan teknologi.
Lontar.id — Tak ada yang tahu kapan pastinya bencana terjadi. Teknologi baru bisa mengira-ngira. Tak sedikit pula banyak yang kecolongan. Sikap alam memang susah ditebak. Bahkan belakangan alam kerap tak mudah diajak kompromi. Oleh ilmuwan, katanya karena faktor pemanasan global.
Kita pun selalu dicekoki oleh beragam kajian ilmiah tentang fenomena alam. Beragam macam teori dengan mudahnya kita dapati dengan berselancar di dunia maya. Mengapa gempa terjadi. Mengapa tsunami bisa terjadi begitu pun dengan beragam fenomena alam lainnya.
Peristiwa alam juga banyak diabadikan di kitab suci. Al Quran dan Injil menggambarkannya secara gamblang. Mereka berkisah tentang sebuah penyimpangan. Di mana alam tak tahan lagi tanahnya dipijak manusia yang melampaui batas.
Begitu juga tentang Nuh. Sang Rasul utusan tuhan yang mendapat takwil akan sebuah bencana banjir. Dia pun membangun bahtera di sebuah gunung untuk menyambut datangnya hari itu.
Untuk apa semua peristiwa itu dengan gamblang dijelaskan di kitab. Lalu apakah ada hubungannya dengan peristiwa bencana masa lalu dengan bencana yang menggempur peradaban manusia saat ini?
Gempa bumi dan tsunami di Palu begitu juga dengan tsunami di Banten. Dan di Sulsel sendiri, cuaca buruk yang mengakibatkan banjir terparah dan merendam beberapa kabupaten dan kota. Bendungan Bili bili pun meluap lantaran tak mampu lagi menampung volume air.
Di negeri yang “didewakan” umat manusia karena kemajuan teknologi, sains dan katanya serba modern, Amerika Serikat. Juga tak luput dari fenomena alam yang terbilang mengerikan. Air terjun Niagara terlihat beku. Suhu benar-benar ekstrem. Hingga di bawah nol derajat (minus). Peristiwa itu katanya menjadi salah satu fenomena cuaca terburuk di wilayah itu sepanjang sejarah.
Baca Juga: Ketika Alam “Berontak”, Air Terjun Niagara Beku hingga Bencana yang Sulit Diprediksi
Introspeksi Diri
Teknologi boleh digaungkan. Ilmu pengetahuan boleh dijadikan pijakan. Mendengar ilmuwan yang paham akan soal alam dan lain-lainnya juga boleh dijadikan rujukan. Namun di sisi lain surat cinta sang khalik yang tertulis di kitab-kitab jangan pernah diabaikan.
Instrospeksilah. Merenunglah. Apakah ada yang salah? Katanya bencana terjadi karena pemerintah yang memberikan pembiaran para penambang dan pelaku bisnis, khilaf (baca:serakah) melakukan eksploitasi alam dengan berlebihan.
Kesadaran umat untuk menjaga kelestarian alam juga belum sepenuhnya menjadi budaya. Beberapa mungkin masih memandang sebelah mata. Ini tak boleh dibiarkan. Sikap kita yang jauh dari budi pekerti luhur hingga melampaui batas juga dapat mengundang murka alam. Karena jika sikap tak lagi bermakna, maka lingkungan di sekitar juga merasa terancam.
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang. - Berita kepada Kawan, Ebit G Ade.
Peristiwa Alam Dahsyat yang Pernah Terjadi
1. Ledakan Gunung Krakatau 1883
Gunung Krakatau yang terletak di selat Sunda. Selat yang menghubungkan antara pulau Jawa dan Sumatera. Oleh orang Eropa, krakatau leuh dikenal dengan sebutan Krakatoa. Bencana yang diikuti dengan tsunami ini menyebabkan 21.000 nyawa warga lokal lenyap. Konon, suara letusan terdengar hingga Perth, Australia. Menurut legenda masyarakat Sunda, meletusnya Gunung Krakatau ini mengakibatkan terputusnya jalur pulau Jawa dan Sumatera.
2. Gempa Bumi dan Tsunami di Sumatera 2004
Tsunami di Aceh menjadi salah satu bencana terbesar yang tercatat di abad ke-21. Peristiwa yang terjadi pada 2004 silam itu benar-benar menggemparkan dan memantik empati dunia internasional.
Sedikitnya sekitar 230 ribu nyawa melayang akibat bencana alam hebat yang meluluh-lantakkan sebagian pulau Sumatera. Peristiwa ini terjadi pada pagi hari tangga 26 Desember 2004 dengan episentrum di lepas pantai barat Sumatra, Indonesia.
Gempa bumi dahsyat ini memicu tsunami di sepanjang pantai-pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan menimbulkan korban yang sangat besar dan menghancurkan pemukiman-pemukiman di dekat pantai.
3. Letusan Gunung Vesuvius di Naples, Italia, 79 SM
Sebuah ritus sejarah ditemukan terpendam. Oleh ilmuwan inilah Pompei, kota yang dibenamkan abu vulkanik akibat letusan gunung vesuvius di Naples.
Pemandangan mengerikan saat jasad yang ditemukan hampir utuh dalam kondisi yang sudah membantu. Ekspresi mereka sungguh beragam. Tak menampakkan ketakutan akan peritiwa itu. Seolah tak terjadi apa-apa.
Meski Parco Archeologico di Pompei –lembaga pengawas khusus untuk memantau warisan arkeologi Naples dan Pompeii– mengatakan bahwa posisi mayat bukan seperti yang dibicarakan banyak orang (bermasturbasi), jagat maya kadung bersukaria, tertawa geli bersama.
Sayangnya, Pompeii memiliki citra negatif dalam sejarah manusia. Layaknya cara pikir bahwa bencana selalu merupakan azab langit atas perilaku manusia yang tamak dan ugal-ugalan, Pompeii pun punya cap buruk sendiri: kota yang dikutuk karena perzinaan.
4. Banjir Zaman Nabi Nuh
Dalam buku Tafsir Ilmi ‘Air dalam perspektif Alquran dan Sains yang disusun oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap mengenai bencana akibat air di zaman Nuh.
Besarnya banjir Nabi Nuh dilukiskan dengan tergenangnya permukaan Bumi dan tenggelamnya gunung-bunung yang berlangsung dalam waktu yang lama. Banjir itu muncul dari air yang jatuh dari langit maupun yang memancar dari dalam Bumi.
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku," Surah Al-Qamar Ayat 11-13.
Para ahli pengetahuan alam saat ini masih sulit menerangkan asal-muasal air tersebut. Sebagian orang, terutama yang merujuk pada Injil dan kitab Perjanjian Baru, menafsirkan bahwa banjir Nabi Nuh tersebut menggenangi seluruh permukaan Bumi, sedangkan sebagian lainnya percaya bahwa hanya sebagian permukaan Bumi saja yang tergenang banjir.