Lontar.id — Dia buta huruf, namun sepak terjangnya di dunia intelejen tak boleh dianggap remeh. Dia eks budak yang menjadi mata-mata Amerika Serikat. Perkenalkan, namanya Harriet Tubman.
Tubman hidup di periode kala sentimen terhadap warga berkulit hitam merebak kencang. Sebagai bagian dari orang berkulit hitam, Tubman sangat membenci perbudakan. Dia melakukan perlawanan.
Di lain sisi, Tubman juga diperhadapkan dalam posisi dilematis. Di balik gerakan masif menentang pemerintah yang membiarkan perbudakan merajalela, dia juga mesti bekerja sebagai mata-mata pemerintah. Setidaknya selama perang sipil berkecamuk.
Tubman sangat berhati-hati dalam menajalankan peran gandanya itu. Ketika tugasnya sebagai mata-mata pemerintah dilakoni, dia harus pandai mengelabui rekan kulit hitam seperjuangannya dalam mengatur pertemuan rahasia. Karena bagaimanapun anggota keluarga Tubman juga turut memimpin pergerakan melawan diskriminasi orang kulit hitam.
Insting Tubman memang kuat dalam menjalankan setiap misi yang diberikan pemerintah. Meski buta huruf, dia mampu melacak sejumlah informasi yang terbilang rumit.
Dan tepatnya pada musim semi 1862, Tubman melakukan perjalanan ke kamp Amerika Serikat di Carolina selatan. Dia seolah-olah ada di sana untuk membantu mantan budak yang mengungsi. Tetapi pekerjaan kereta api bawah tanahnya memungkinkannya juga untuk menjadi mata-mata.
Tubman mengambil langkah-langkah untuk menjembatani jarak antara dirinya dan penduduk setempat yang baru dibebaskan. Dari situ Tubman mengumpulkan sejumlah kelompok terpercaya dalam memetakan wilayah dan beberapa pusat saluran air. Pengintai secara sendiri juga dilakukam Tubman.
Dana dinas rahasia yang diterima Tubman pada Januari 1863 juga diberikan kepada beberapa informan yang memberi informasi berharga. Lokasi pasukan pemberontak dan gudang persenjataan adalah sederet informasi berharga yang berhasil ditembus Tubman.
Peran besar Tubman dan jasanya kepada Amerika juga tercatat takala kapal uni pada 1863 membawa pasukan hitam melakukan perjalanan ke sungai Combahee di wilayah konfederasi.
Tubman mengawasi ekspedisi bersama seorang kolonel yang ia percayai. Hal itu menjadikannya sebagai wanita pertama dan satu-satunya yang mengatur dan memimpin operasi militer selama perang saudara.
Selama serangan itu, tentara Uni mengumpulkan perbekalan dan menghancurkan properti konfederasi. Selain itu, Tubman telah memberi tahu para budak setempat bahwa kapal uni ini dapat membawa mereka pada kebebasan.
Aksi Tubman itupun dibadaikan di surat kabar Wisconsin. Koran itu memberitakan bagaimana keberhasilan sebuah ekspedisi tak lepas dari peran wanita kulit hitam. Nama Tubman tak disebut dalam surat kabar itu.
Akan tetapi, pada Juli 1863, sebuah publikasi anti-perbudakan Boston memuji nama Tubman. Dikalangan elit militer nama Tubman cukup diperhitungkan. Dia diandalkan dalam menerobos segala macam bentuk informasi yang berisi pesan konspirasi dan sangat rahasia.
Pada tahun 1864, seorang prajurit mencatat bahwa seorang jenderal enggan membiarkan Tubman meninggalkan Carolina Selatan karena dia merasa “jasa wanita itu terlalu berharga untuk harus pergi.”
Itulah kisah Tubman, wanita kulit hitam yang mampu unjuk gigi di tengah geliat perbudakan di Amerika. Tubman seolah ingin menegaskan perbadaan warna kulit tak menetukan kasta seseorang.