Listrik. Tak dapat dipungkiri bahwa merupakan kebutuhan primer, karena itu hak rakyat untuk menikmatinya. Jadi sudah barang tentu, jika terjadi mati lampu berjam-jam dan di areal ( skala) pemadamannya begitu luas. Maka sudah jelas dan pasti ada ketidaknyamanan (konsumen) yang terjadi, bahkan memunculkan kerugian baik moril maupun materil .
Maka, itulah sebabnya.jika menyimak kasus-kasus yang sama terjadi di negara tetangga, konsekuensinya pertanggungjawabannya beragam. Ada yang duduk di departemen (Menterinya) secara ksatria meletakkan jabatannya sebagai wujud tanggung jawab yang harus dibayar atas pemadaman listrik yang berakibat lumpuhnya berbagai aktifitas. Di negara Australia misalnya, listrik mati setengah hari, kompensasinya rakyat (konsumen) dibebaskan membayar listrik selama sebulan .
Walaupun, sesungguhnya kita mengetahui bersama bahwa dalam sistem perlistrikan memang sangat rumit. Akan tetapi, regulator sebagai pihak pemangku kepentingan haruslah menyiapkan berbagai upaya optimalisasi, baik terkait tata kelola pada aspek sumber dayanya maupun regulasinya. Hal itu tercermin, dari kecepatan/kenyamanan pelayanan dan perlindungan/proteksi sebagai sebuah keniscayaan dalam rangka merealisasikan hak-hak dasar yang melekat pada setiap konsumen (Vide UU No 8 Tahun 1998) .
Jadi, tentu saja berbagai penjelasan yang menjadi alasan teknis yang menjadi penyebab matinya lampu secara serentak, diharapkan tidak hanya menjadi “dalil &dalih” semata. Tetapi harus ditindaklanjuti secara konkrit berupa pertanggung jawaban dari PT PLN. Sama halnya apa yang dikemukakan Presiden RI, yakni pertanyaan yang sangat mendasar dan menyentuh pokok permasalahan yang ada.
Seperti, kenapa kejadian pemadaman listrik tidak diantisipasi, kenapa tidak dikalkulasi risiko-risiko yang bakal muncul, mengingat peristiwa pemadaman listrik ini (Jawa-Bali) sudah pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, dengan blak-blakan Jokowi menegaskan bahwa pemadaman listrik yang terjadi bukan hanya menimbulkan penderitaan (kerugian) tetapi juga telah mencoreng reputasi PLN sebagai perusahaan besar milik negara .
Bahkan hemat penulis, lebih dari itu, point penting lainnya terkait padaman listrik di Jawa dan Bali yang kejadiannya sangat mendadak dan melewati ambang batas, sehingga sulit untuk dijustifikasi atau ditoleransi. Namun, sudah selayaknya PT PLN sebagai perusahaan “monopoli” memberikan kelonggaran kepada pihak ketiga dalam proses memperoleh lisensi baru secara mandiri dan otonom sebagai back-up system.
Sehingga pada sektor ini, bukan hanya pada PT PLN yang menjadi satu-satunya pengelola pelistrikan tetapi juga memberikan kesempatan tumbuh berdampingan (equal) dengan perusahaan swasta lainnya dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada seluruh rakyat Indonesia .
Sekian, selamat menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 74. Semoga rakyat Indonesia makin menikmati kemerdekaan bangsanya, bukan sebaliknya rakyat kian “menjerit” dengan beban-beban kehidupan seperti pemadaman listrik yang berjam-jam lamanya .
Oleh: DR H.Abustan, Mantan Komisioner Badan Perlindungan Konsumen (BPKN RI 2013 – 2016)