Lontar.id – Apa jadinya jika kau tidak percaya dengan nalurimu? Saya menangkap inti cerita Spider-Man: Far For Home. Ini subjektif. Semua bisa punya sudut pandang sendiri untuk menilainya.
Film ini berkisah tentang tokoh utama Peter Parker (Tom Holland) yang ingin rehat sejenak dari urusan menyelamatkan bumi. Bersama kawannya, Ned (Jacob Batalon), ia memilih pergi untuk berlibur ke beberapa negara.
Ned tahu, Parker adalah Spider-Man. Beberapa kali ia risau soal tugas berat Parker nantinya, jika dalam kondisi genting bantuannya sangat dibutuhkan.
Namun, Parker tetap kukuh untuk berlibur total. Ia tak ingin diganggu. Bahkan, Bibi May (Marisa Tomei) pun dibantahnya. May ingin Parker mengingat bahwa ia adalah seorang yang dibutuhkan banyak pihak.
Dari sinilah, kata-kata tentang naluri Spider-Man diucapkan May. Dia dibuat seperti orangtua pada umumnya yang mengingatkan seorang anak yang ingin bepergian jauh untuk berhati-hati.
Sebagai seorang lelaki yang ingin kebebasan, Parker mengabaikan hal itu. Akhirnya ia berangkat dan sengaja tidak memasukkan kostum Spider-Man-nya ke dalam koper.
May tahu bahwa Parker takkan menjadi super hero di negeri yang ia datangi. Sebab perasaan seorang orangtua, diam-diam ia memasukkan kostum tersebut ke dalam koper Parker.
Begitulah awal cerita dari Spider-Man yang sudah menyedot banyak sekali penonton di Indonesia. Saya harus mengurungkan niat beberapa hari untuk menonton. Sebab memesan tiket lewat online, saya selalu mendapatkan kursi di depan layar.
Film ini tak melulu soal ketegangan. Baiknya Jon Watts, Sutradara film ini, memasukkan beberapa bagian cerita yang membuat Anda terpingkal-pingkal dan agak jengkel.
Dalam film ini, kita dibawa tidak hanya mengenali pertarungan kebaikan dan keburukan, tetapi bagaimana persoalan cinta itu akan selalu hidup di mana saja.
Di samping pertarungan Spider-Man, ada cemburu, kebohongan, jatuh cinta, kemesraan, dan kekonyolan yang diperlihatkan seorang manusia yang muda dan tua di dalam beberapa adegan.
Saya kira, persoalan ini yang mau tidak mau menghidupkan film berdurasi 2 jam 9 menit itu. Kita tentu saja sudah sangat bosan melihat pertarungan dalam scene per scene film-film fantasi atau superhero.
Soal teknologi, di sinilah awal mula konflik. Spider-Man ternyata diharapkan menjadi pengganti salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam Avengers yakni Tony Stark.
Stark tentunya tidak sembarangan memilih pelanjutnya. Ia punya pandangan tersendiri soal siapa yang sebaiknya mengendalikan teknologi canggih sepeninggal dirinya.
Bayangkan saja, jika seseorang yang menguasai teknolgi Stark, adalah orang yang maruk dan jahat? Ia bisa saja mengambil keuntungan tersendiri dan membuat kerusakan yang besar di bumi.
Dalam momen inilah, Nick Fury (Samuel Jackson) serta Mysterio (Jake Gyllenhaal) muncul dan membuat film ini menegangkan. Mereka berdua membuat tokoh utama menjadi sangat berguna.
Akhir kata, naluri Spider-Man lalu berhadapan dengan teknologi yang digunakannya sepeninggal Stark. Sama seperti banyaknya kasus di media sosial, kita dibawa memilih canggihnya teknologi atau naluri.
Oh ya, saya hampir lupa, perhatikan setiap momen Happy Hogan (Jon Favreau) dan Bibi May. Di situlah kunci film ini. Bagi saya, Spider-Man: Far From Home patut diberi rangking 10/10. Selamat menonton!